Entri yang Diunggulkan

Pengisian Data Keluarga Penerima TPD/TKGB untuk Perhitungan Pajak Penghasilan

Apakah jabatan akademik profesor akan diberikan oleh perguruan tinggi, bukan lagi oleh negara? Selain itu, benarkah profesor dianggap sebagai jabatan akademik, sehingga tidak dapat disandang lagi setelah pensiun atau pindah instansi?

 

Apakah jabatan akademik profesor akan diberikan oleh perguruan tinggi, bukan lagi oleh negara? Selain itu, benarkah profesor dianggap sebagai jabatan akademik,
sehingga tidak dapat disandang lagi setelah pensiun atau pindah instansi?

 

Benar. Permendikbudristek 44/2024 mengatur norma, standar, prosedur, dan kriteria mengenai profesi dan karier dosen, namun jabatan akademik diatur dan ditetapkan oleh perguruan tinggi, bukan lagi oleh negara. Selain itu, bagi dosen yang berpindah instansi, jabatan akademik pada instansi tujuan diatur dan ditetapkan oleh instansi tujuan.

Pemenuhan Tridharma Perguruan Tinggi: Beban Perguruan Tinggi atau Individu Dosen?

Pendahuluan

Tridharma Perguruan Tinggi merupakan konsep fundamental dalam sistem pendidikan tinggi di Indonesia yang mencakup tiga aspek utama: pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan, serta pengabdian kepada masyarakat. Konsep ini menjadi landasan utama bagi dosen dalam menjalankan tugasnya di perguruan tinggi. Namun, sering muncul pertanyaan apakah pemenuhan Tridharma Perguruan Tinggi dibebankan kepada perguruan tinggi sebagai institusi atau kepada individu dosen. Selain itu, apakah seorang dosen dapat memilih untuk hanya fokus pada salah satu dari tiga aspek tridharma, seperti hanya mengajar tanpa melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat? Artikel ini akan menguraikan dasar hukum dan implementasi tridharma dalam konteks beban kerja dosen serta fleksibilitas dalam pemilihannya.


Dasar Hukum Tridharma Perguruan Tinggi

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa setiap dosen wajib melaksanakan tridharma perguruan tinggi. Pasal 60 Ayat (1) UU 14/2005 menyatakan bahwa:

"Dosen berkewajiban melaksanakan tridharma perguruan tinggi dengan beban kerja yang seimbang antara pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat."

Selain itu, Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) Nomor 44 Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi juga menegaskan bahwa dosen memiliki tanggung jawab dalam ketiga aspek tridharma tersebut. Berdasarkan regulasi ini, pemenuhan tridharma tidak hanya menjadi tanggung jawab institusi, tetapi juga merupakan tanggung jawab individual bagi setiap dosen.

 

Beban Kerja Dosen dalam Pemenuhan Tridharma

Dalam praktiknya, beban kerja dosen dalam menjalankan tridharma tidak selalu dibagi secara merata antara pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Beberapa faktor yang mempengaruhi komposisi beban kerja dosen antara lain:

1.     Kebijakan Perguruan Tinggi
Menurut UU 14/2005, komposisi masing-masing darma dalam pemenuhan beban kerja dosen ditetapkan oleh pemimpin perguruan tinggi dengan mempertimbangkan pencapaian target kinerja perguruan tinggi. Artinya, perguruan tinggi memiliki wewenang untuk mengatur proporsi tridharma yang harus dijalankan oleh dosennya.

2.     Jenjang Jabatan Akademik
Dosen dengan jabatan akademik lebih tinggi, seperti Lektor Kepala dan Guru Besar, umumnya memiliki kewajiban penelitian lebih besar dibandingkan dengan dosen pemula. Hal ini sejalan dengan persyaratan kenaikan jabatan akademik yang menuntut publikasi ilmiah.

3.     Spesialisasi dan Kompetensi Dosen
Dosen yang lebih aktif dalam penelitian mungkin akan diberikan beban kerja penelitian lebih besar, sedangkan dosen yang lebih unggul dalam pengajaran dapat diberikan tugas lebih banyak dalam pengajaran.

4.     Kebutuhan Institusi dan Masyarakat
Perguruan tinggi juga mempertimbangkan kebutuhan masyarakat dalam menentukan fokus tridharma. Misalnya, dosen di institusi vokasi mungkin lebih banyak berkontribusi dalam pengabdian masyarakat dan pengajaran dibandingkan penelitian.

Apakah Dosen Bisa Memilih Fokus pada Salah Satu Tridharma?

Secara teoritis, dosen tidak diperbolehkan hanya memilih satu aspek tridharma dan mengabaikan yang lain. Hal ini karena Undang-Undang secara tegas mengamanatkan bahwa dosen harus menjalankan semua unsur tridharma. Namun, dalam praktiknya, perguruan tinggi dapat menyesuaikan proporsi pelaksanaan tridharma berdasarkan keahlian dan tanggung jawab dosen.

 

Sebagai contoh:

·         Dosen di Universitas Riset: Dosen di perguruan tinggi berbasis riset mungkin memiliki beban kerja lebih besar dalam penelitian dan publikasi ilmiah dibandingkan pengajaran.

·         Dosen di Perguruan Tinggi Vokasi: Dosen di institusi vokasi sering kali lebih fokus pada pengajaran dan pengabdian masyarakat dibandingkan penelitian.

·         Dosen Profesional (Praktisi): Dalam beberapa program studi, dosen yang berasal dari kalangan praktisi industri mungkin lebih banyak mengajar dibandingkan meneliti, meskipun tetap diwajibkan untuk melakukan pengabdian masyarakat.

Namun, meskipun ada fleksibilitas dalam pembagian beban kerja, setiap dosen tetap wajib memenuhi semua unsur tridharma dalam porsi yang telah ditentukan oleh institusinya.

Jabatan Akademik Profesor: Perguruan Tinggi atau Negara?

Dalam regulasi terbaru, Permendikbudristek 44/2024 menetapkan bahwa jabatan akademik profesor kini diatur dan ditetapkan oleh perguruan tinggi, bukan lagi oleh negara. Hal ini menandai perubahan signifikan dalam sistem akademik Indonesia, di mana perguruan tinggi memiliki wewenang penuh dalam menentukan jabatan akademik bagi para dosennya.

Perubahan ini juga berdampak pada status jabatan akademik saat seorang profesor berpindah instansi atau memasuki masa pensiun. Dalam aturan terbaru:

1.     Profesor yang Pindah Instansi: Jika seorang profesor berpindah ke perguruan tinggi lain, status jabatannya harus disesuaikan dan ditetapkan oleh institusi tujuan. Hal ini berbeda dengan sistem sebelumnya, di mana jabatan profesor tetap melekat pada individu tanpa bergantung pada institusi tertentu.

2.     Profesor setelah Pensiun: Karena profesor dianggap sebagai jabatan akademik, bukan gelar, maka setelah pensiun, jabatan tersebut tidak dapat disandang lagi kecuali dalam kapasitas akademik tertentu seperti profesor emeritus.

Implikasi dari perubahan ini mencakup:

·         Perguruan tinggi memiliki kendali lebih besar dalam manajemen akademik dan pengembangan SDM.

·         Dosen yang berpindah instansi harus melalui proses pengakuan ulang jabatan akademiknya di tempat baru.

·         Status profesor menjadi lebih dinamis dan terkait dengan institusi tempatnya mengabdi.

Kesimpulan

Berdasarkan kajian di atas, pemenuhan tridharma perguruan tinggi merupakan tanggung jawab bersama antara individu dosen dan institusi perguruan tinggi. Undang-Undang 14/2005 secara eksplisit mewajibkan setiap dosen untuk menjalankan tridharma, tetapi proporsi masing-masing darma dalam beban kerja ditentukan oleh kebijakan perguruan tinggi. Dengan demikian, seorang dosen tidak dapat hanya memilih satu aspek tridharma, seperti hanya mengajar tanpa melakukan penelitian atau pengabdian masyarakat. Namun, institusi dapat menyesuaikan proporsi beban kerja berdasarkan spesialisasi dan kebutuhan akademik.

Selain itu, jabatan akademik profesor kini menjadi kewenangan perguruan tinggi, bukan lagi negara. Profesor yang berpindah instansi harus mendapatkan pengakuan ulang dari institusi tujuan, dan setelah pensiun, jabatan akademik tersebut tidak dapat disandang lagi kecuali dalam kapasitas tertentu.

Referensi

·         Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

·         Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 44 Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi.

·         Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 44 Tahun 2024.

·         Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT).

 

Bacaan lainnya

👇👇👇


Komentar