Mengenang Dosen Favorit: Inspirasi
Sepanjang Hayat
Setiap dari kita pasti punya satu sosok dosen
yang tak terlupakan—bukan karena nilainya tinggi, bukan karena tugasnya ringan,
tetapi karena ia menginspirasi, menyentuh
hati, dan meninggalkan jejak dalam perjalanan hidup kita.
Saya ingin berbicara tentang mereka: para dosen favorit, yang bukan hanya
mengajarkan isi buku, tetapi juga pelajaran hidup. Dosen yang mungkin sudah
tidak lagi mengajar, bahkan mungkin telah berpulang. Tapi kenangan tentang
mereka tetap hidup dalam benak kita—menjadi kompas, menjadi cahaya, menjadi
inspirasi sepanjang hayat.
Tulisan ini adalah bentuk penghormatan dan rasa
terima kasih, mewakili jutaan mahasiswa yang pernah merasakan makna sejati dari
kehadiran seorang guru sejati di ruang kelas—atau bahkan di luar kelas.
Siapa Itu Dosen Favorit?
Dosen favorit bukan selalu yang “enak diajar”,
tidak pernah marah, atau gampang memberi nilai A. Sering kali justru
sebaliknya. Dosen favorit bisa saja yang paling tegas, yang tugasnya paling
berat, atau yang paling sering memotong argumen kita di kelas. Namun satu hal
yang membedakan mereka adalah: ketulusan
dan kehadiran mereka menyentuh hati.
Mereka tidak hanya mengajar karena kewajiban,
tetapi karena panggilan jiwa. Mereka melihat mahasiswa bukan sebagai angka NIM,
tapi sebagai manusia seutuhnya—dengan potensi, masalah, dan impian.
Dosen favorit adalah mereka yang membuka jendela pikiran kita, menantang
kita untuk berpikir lebih dalam, dan memantik api semangat yang bahkan tak kita
sadari kita miliki.
Kisah dari Ruang Kelas
Saya masih ingat pertemuan pertama dengan
dosen favorit saya—Prof. R, dosen filsafat di semester pertama kuliah. Tubuhnya
kecil, rambutnya sebagian memutih, dan ia berbicara dengan suara pelan. Tapi
setiap kata yang keluar dari mulutnya seperti punya gravitasi. Tidak ada yang
bermain ponsel di kelasnya. Tidak ada yang berani datang terlambat. Bukan
karena takut, tapi karena kami merasa
akan kehilangan sesuatu yang penting jika terlambat barang lima menit.
Ia tidak pernah membawa catatan. Ia berjalan
mondar-mandir di depan kelas sambil bercerita. Kadang ia mengutip Plato, kadang
berbicara tentang kehidupan pribadinya, kadang mengajukan pertanyaan sederhana
seperti, "Apa makna bahagia bagi Anda?"
Tidak ada jawaban benar atau salah, tapi
setiap diskusi dengannya membuat kami pulang dengan kepala penuh pertanyaan dan
hati penuh semangat. Ia tak pernah memaksa kami percaya apa yang ia percaya. Ia
justru mendorong kami berpikir mandiri, mempertanyakan segalanya, bahkan
mempertanyakan dirinya.
Dosen yang Melihat Potensi,
Bukan Kelemahan
Saya pernah mendapat nilai C dalam salah satu
mata kuliah. Waktu itu saya merasa gagal total. Tapi alih-alih menghakimi,
dosen saya justru mengundang saya berbicara empat mata. Ia bertanya, "Apa
yang sedang kamu hadapi? Boleh saya bantu?"
Saya terdiam. Baru saat itu saya menyadari
bahwa ia bukan hanya dosen, tapi juga manusia yang peduli. Ia memberi saya
kesempatan memperbaiki tugas. Ia juga menyarankan saya membaca buku yang sesuai
dengan gaya belajar saya. Sejak saat itu, saya mulai berubah. Bukan karena
takut pada nilai, tapi karena ada
seseorang yang percaya saya bisa lebih baik.
Itulah kekuatan seorang dosen favorit: ia tidak menilai kita dari kegagalan sesaat, tapi
dari potensi jangka panjang.
Dosen yang Menginspirasi Lewat Teladan
Beberapa dosen tidak banyak bicara, tapi
kehadirannya cukup memberi inspirasi. Ada dosen yang datang ke kampus naik
sepeda, meskipun ia punya mobil. Ia mengatakan, "Saya ingin sehat, dan
saya ingin memberi contoh bahwa kita bisa hidup sederhana meski punya gelar
tinggi."
Ada dosen yang tidak pernah marah, bahkan saat
mahasiswa ramai di kelas. Ia hanya diam, mematikan proyektor, lalu berkata,
“Kalau kalian tidak ingin belajar hari ini, tidak apa-apa. Kita bisa mulai
besok, saat kalian sudah siap.” Dan seketika, kelas menjadi hening. Kami malu.
Ada pula dosen yang tetap mengajar meskipun
sedang sakit. Ia datang dengan infus di tangan, dan berkata, "Jangan
khawatir, saya baik-baik saja. Justru mengajar membuat saya merasa hidup."
Teladan seperti inilah yang tak tertulis dalam
silabus. Ia tak bisa dicari di Google Scholar. Tapi ia hidup dalam ingatan mahasiswa—selamanya.
Inspirasi yang Tetap Hidup
Setelah Lulus
Setelah lulus, saya sering kali teringat pada
para dosen favorit saya saat membuat keputusan penting. Saat menulis artikel,
saya bertanya dalam hati: “Apakah Prof. R akan setuju dengan cara saya
berpikir?” Saat menghadapi dilema etika, saya bertanya: “Apa yang akan
dilakukan dosen saya dulu dalam situasi ini?”
Dosen favorit tidak hanya hidup dalam masa
kuliah. Ia menjadi suara hati yang
membimbing kita saat sudah jauh dari kampus. Ia menjadi tokoh teladan
yang tak pernah benar-benar pergi, meskipun kami tak lagi bertemu.
Mengenang Dosen yang Telah
Tiada
Ada rasa kehilangan yang dalam saat mendengar
kabar dosen favorit telah wafat. Kita mungkin tak sempat mengucapkan terima
kasih. Kita mungkin tak pernah menyadari betapa besar pengaruhnya dalam hidup
kita, sampai ia tiada.
Namun kenangan akan tetap hidup. Cerita-ceritanya,
gurauannya, caranya menjelaskan teori sulit dengan contoh sehari-hari, bahkan
gaya khasnya saat menulis di papan tulis—semua itu menjadi warisan abadi. Dosen hebat tidak pernah benar-benar meninggal.
Ia hidup dalam hati para muridnya.
Menjadi Dosen yang Menginspirasi
Kini, saya sendiri menjadi dosen. Dan setiap
kali saya berdiri di depan kelas, saya bertanya pada diri sendiri: “Bisakah
saya menjadi seperti mereka?”
Saya tahu saya bukan Prof. R. Saya tak sebijak
dosen filsafat saya, tak seteladan dosen matematika saya, tak setenang dosen
psikologi saya. Tapi saya belajar dari mereka. Dan saya percaya bahwa warisan sejati seorang dosen adalah inspirasi
yang ia tinggalkan dalam diri mahasiswa, bukan hanya materi yang ia ajarkan.
Maka, saya berusaha hadir dengan sepenuh hati.
Saya mendengar, saya mencoba memahami, dan saya membuka ruang agar mahasiswa
bisa tumbuh. Jika suatu hari ada mahasiswa yang berkata, “Saya terinspirasi
oleh dosen saya,” maka saya tahu, saya telah menjalankan tugas saya dengan
baik.
Penutup: Terima Kasih, Dosen Favoritku
Untuk para dosen yang telah menjadi inspirasi
kami: terima kasih. Terima kasih
telah melihat kami bukan hanya sebagai mahasiswa, tapi sebagai manusia. Terima
kasih telah memberi ilmu, nilai, dan makna. Terima kasih telah menjadi cahaya
saat kami berada di persimpangan jalan.
Dan bagi kami yang kini menjadi dosen, semoga kita bisa meneruskan warisan itu.
Karena inspirasi sejati tidak lekang oleh waktu. Ia akan terus hidup, sepanjang
hayat.
Ruang
Dosen mengundang Anda untuk berbagi: Siapa dosen favorit yang mengubah
hidup Anda? Apa pelajaran paling berharga yang Anda dapatkan darinya? Kirimkan
cerita Anda, karena mengenang mereka adalah cara terbaik untuk merayakan
pengaruh para guru sejati.
Komentar
Posting Komentar