Dosen zaman dulu dan dosen zaman sekarang mungkin sama-sama mengajar,
meneliti, dan membimbing mahasiswa. Tapi satu hal yang membedakan sangat jelas:
digitalisasi.
Hari ini, dosen bukan cuma dituntut paham materi kuliah, tapi juga melek
digital—menguasai teknologi, mengelola informasi, dan bisa
menjadikan dunia maya sebagai bagian dari ruang belajar.
Namun, jangan salah kaprah. Literasi digital bukan sekadar bisa buka Google,
share file via WhatsApp, atau presentasi pakai PowerPoint. Lebih dari itu,
literasi digital adalah tentang kemampuan berpikir kritis,
bertanggung jawab, dan bijak menggunakan teknologi untuk mendukung aktivitas
akademik.
Mari kita obrolkan ini dengan santai—seperti ngopi bareng di ruang dosen
kampus sambil nunggu jadwal mengajar.
Apa Itu Literasi Digital dan Informasi?
Literasi digital adalah kemampuan individu dalam menggunakan teknologi
informasi secara efektif, etis, dan bertanggung jawab.
Sementara itu, literasi informasi adalah kemampuan untuk mencari,
mengevaluasi, mengelola, dan menggunakan informasi secara tepat.
Kalau digabungkan, keduanya menjadi skill wajib yang harus dimiliki dosen
agar tetap relevan di era digital dan bisa menjalankan Tri Dharma Perguruan
Tinggi dengan optimal.
Bayangkan saja: bagaimana kita bisa mengajar generasi digital kalau kita
sendiri belum nyaman dengan teknologi? Bagaimana bisa meneliti dengan maksimal
kalau belum paham cara menilai kualitas jurnal online?
Kenapa Literasi Digital Penting untuk Dosen?
Alasannya sederhana: karena dunia pendidikan sudah bergeser. Dari papan
tulis ke Google Classroom, dari makalah cetak ke Turnitin,
dari bimbingan tatap muka ke Zoom Meeting, bahkan dari
jurnal hardcopy ke SINTA dan DOAJ.
Beberapa alasan utama:
1. Pembelajaran Berbasis Teknologi
Kuliah online, hybrid, daring sinkron dan asinkron, LMS kampus—semuanya
butuh literasi digital. Dosen perlu bisa mengatur materi, memfasilitasi
diskusi, dan menilai hasil belajar melalui platform digital.
2. Akses dan Evaluasi Informasi Akademik
Dosen harus bisa mencari referensi dari sumber bereputasi, tahu cara
membedakan jurnal predator dan non-predator, dan mampu menyaring informasi
hoaks yang sering berseliweran di WhatsApp atau media sosial.
3. Produksi Konten Ilmiah dan Edukatif
Punya ide hebat tidak cukup kalau tidak bisa menyajikannya dalam bentuk
digital. Dosen zaman sekarang idealnya bisa membuat infografik, video
penjelasan, atau e-book sebagai bentuk transfer ilmu yang lebih menarik.
4. Kolaborasi Riset Lintas Institusi
Kolaborasi antar dosen, bahkan antarnegara, sekarang lebih sering terjadi
via platform digital. Google Docs, Mendeley, Zoom, ResearchGate, sampai grant
proposal submission—all digital.
Kalau tidak siap, kita akan tertinggal, bukan karena tidak pintar, tapi
karena belum melek digital.
Tantangan Literasi Digital bagi Dosen
Tentu saja tidak semua dosen langsung bisa nyaman dengan dunia digital.
Beberapa tantangan yang sering muncul antara lain:
❌ Gap Generasi
Dosen senior kadang merasa terbebani dengan keharusan menggunakan teknologi
yang berubah-ubah. Mahasiswa jauh lebih luwes karena mereka digital
native, sementara dosen adalah digital migrant.
❌ Terlalu Banyak Platform
Dari Moodle, Zoom, Google Meet, Edmodo, hingga e-learning kampus yang tiap
semester bisa berubah. Kebanyakan dosen bingung harus belajar platform yang
mana dulu, dan kadang tidak ada pelatihan yang memadai.
❌ Keterbatasan Infrastruktur
Bagi dosen di daerah, koneksi internet dan akses perangkat kadang menjadi
kendala. Literasi digital tidak bisa berjalan jika jaringan saja belum stabil.
❌ Minimnya Dukungan dan Pelatihan
Tidak semua kampus punya sistem dukungan yang kuat untuk pengembangan
literasi digital dosen. Pelatihan kadang terlalu teoritis atau tidak
kontekstual.
Apa yang Bisa Dilakukan Dosen?
Tenang. Tidak ada kata terlambat untuk belajar. Berikut langkah-langkah
sederhana agar dosen bisa naik level dalam hal literasi digital dan informasi:
✅ 1. Mulai dari Apa yang Dibutuhkan
Kalau Anda belum nyaman membuat video pembelajaran, mulailah dari PowerPoint
interaktif. Kalau belum bisa pakai LMS kampus, coba pelajari Google Classroom
yang lebih simpel.
✅ 2. Ikuti Pelatihan Digital (yang Relevan)
Pilih pelatihan yang aplikatif, bukan hanya teori. Banyak webinar dan
workshop dari Kemendikbud, kampus lain, atau bahkan YouTube yang bisa jadi
sarana belajar.
✅ 3. Gabung Komunitas Dosen Digital
Di Facebook atau Telegram, banyak komunitas dosen yang berbagi trik
teknologi pendidikan. Dari cara pakai Canva Edu, tips Zoom interaktif, hingga
penggunaan AI dalam pembelajaran.
✅ 4. Asah Literasi Informasi
Mulailah kritis terhadap sumber bacaan. Jangan hanya ambil referensi dari
blog tidak jelas. Gunakan Google Scholar, SINTA, DOAJ, Scopus, atau EBSCO.
Ajarkan ini juga ke mahasiswa.
✅ 5. Belajar Produksi Konten
Tidak perlu seperti YouTuber. Tapi paling tidak, dosen bisa membuat video
pendek penjelasan materi, rekaman kuliah, atau slide dengan narasi audio. Ini
bisa jadi aset pembelajaran jangka panjang.
✅ 6. Biasakan Menyimpan dan Mengelola Referensi
Gunakan Mendeley atau Zotero untuk menyimpan ratusan referensi agar tidak
hilang. Bisa juga digunakan saat menulis artikel atau buku.
Literasi Digital dan AI: Harus Takut?
Hari ini kita sudah masuk era AI. Mahasiswa mungkin sudah pakai ChatGPT
untuk nulis esai, atau Canva AI untuk desain presentasi. Lalu bagaimana peran
dosen?
Jawabannya: jangan takut, pelajari. AI bisa jadi teman. Misalnya:
·
Gunakan AI untuk
menganalisis data riset secara cepat
·
Membuat outline materi
pembelajaran
·
Menyederhanakan artikel
berbahasa Inggris
·
Menyusun pertanyaan kuis
atau refleksi pembelajaran
Tapi ingat, AI tetap alat. Dosen tetap yang menentukan arah pembelajaran.
Literasi digital berarti tahu kapan menggunakan teknologi dan kapan harus
mengandalkan intuisi manusiawi sebagai pendidik.
Penutup: Dosen Melek Digital = Dosen Relevan
Dunia pendidikan terus berubah. Mahasiswa makin cerdas, sumber informasi
makin melimpah, dan teknologi makin cepat beradaptasi. Maka, dosen yang tidak
ikut berkembang akan tertinggal—bukan karena tidak pintar, tapi karena tidak
belajar hal baru.
Literasi digital dan informasi bukan soal gaya-gayaan, tapi tentang kompetensi
dasar seorang dosen abad 21. Dosen yang melek digital bisa
lebih efektif mengajar, lebih produktif meneliti, dan lebih berdampak dalam
pengabdian.
Jadi, yuk, upgrade diri secara bertahap. Jangan takut belajar hal baru.
Jangan malu bertanya pada kolega muda. Jadikan teknologi sebagai sahabat, bukan
musuh. Dan ingat, belajar itu bukan hanya untuk mahasiswa—tapi juga untuk
dosennya.
Salam hangat dari Ruang Dosen!
Mari kita terus belajar dan tumbuh bersama di era digital ini—bukan untuk
menjadi sempurna, tapi agar tetap bermakna.
📚💻✨
Komentar
Posting Komentar