Entri yang Diunggulkan

Pengisian Data Keluarga Penerima TPD/TKGB untuk Perhitungan Pajak Penghasilan

Kode Etik Dosen: Pilar Integritas dan Profesionalisme dalam Dunia Akademik

Ilustrasi Profesi Dosen

 Facebook Share on Facebook WhatsApp Share on WhatsApp

Kode etik nasional dosen merupakan pedoman perilaku yang wajib dipatuhi oleh para akademisi dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka. Kode etik ini bertujuan untuk memastikan bahwa dosen menjalankan peran profesionalnya dengan penuh integritas, tanggung jawab, dan komitmen terhadap nilai-nilai luhur akademik. Secara umum, kode etik ini mencakup prinsip-prinsip utama yang menjadi landasan dalam pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

Pertama, dosen wajib menjunjung tinggi nilai integritas akademik. Hal ini mencakup kejujuran dalam melaksanakan proses pembelajaran, penelitian, dan publikasi ilmiah, serta memastikan bahwa setiap karya yang dihasilkan mencerminkan kebenaran dan objektivitas. Integritas akademik menjadi pondasi penting untuk menjaga kredibilitas perguruan tinggi dan kepercayaan masyarakat (Steen et al., 2017).

Kedua, dosen harus menghindari konflik kepentingan dalam menjalankan tugasnya. Sebagai figur profesional, dosen dituntut untuk mengambil keputusan berdasarkan kepentingan akademik, bukan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Konflik kepentingan dapat mengganggu obyektivitas dalam pengajaran dan penelitian, serta berpotensi merugikan berbagai pihak, termasuk mahasiswa dan institusi (Anderson & Louis, 1994).

Ketiga, dosen memiliki tanggung jawab untuk memperjuangkan dan mendorong terciptanya lingkungan perguruan tinggi yang menghormati keberagaman dan inklusivitas. Perguruan tinggi sebagai miniatur masyarakat harus menjadi tempat yang mendukung penghargaan terhadap perbedaan budaya, agama, dan latar belakang individu. Sikap inklusif dapat meningkatkan kolaborasi dan inovasi di lingkungan akademik (Smith et al., 2020).

Keempat, kode etik juga menekankan pentingnya menciptakan lingkungan perguruan tinggi yang aman dari kekerasan. Kekerasan dalam bentuk apapun, baik fisik, verbal, maupun emosional, tidak dapat ditoleransi. Dosen berperan dalam menciptakan suasana yang kondusif untuk belajar dan berinteraksi secara sehat, sehingga dapat mendukung pengembangan karakter dan kompetensi mahasiswa (Fisher & Sloan, 2013).

Dengan mematuhi kode etik ini, dosen tidak hanya menjaga profesionalitasnya tetapi juga berkontribusi dalam membangun lingkungan akademik yang bermartabat, inklusif, dan berintegritas. Kepatuhan terhadap kode etik ini merupakan bagian dari tanggung jawab moral seorang dosen terhadap mahasiswa, institusi, dan masyarakat luas.

Kode Perilaku Dosen dalam Konteks Integritas Akademik

Kode perilaku dosen mencerminkan komitmen untuk menjaga integritas akademik yang menjadi dasar kepercayaan dalam dunia pendidikan tinggi. Dalam menghasilkan karya ilmiah, dosen diwajibkan untuk menghindari segala bentuk pelanggaran integritas akademik yang merusak kredibilitas institusi dan dunia akademik secara umum. Pelanggaran ini mencakup berbagai bentuk tindakan yang tidak etis, yang dijelaskan sebagai berikut.

Pertama, fabrikasi merujuk pada tindakan menciptakan data atau hasil penelitian yang tidak sesuai dengan kenyataan. Tindakan ini tidak hanya menipu pembaca, tetapi juga dapat memberikan dasar yang salah bagi penelitian selanjutnya, yang merugikan perkembangan ilmu pengetahuan (Steneck, 2006).

Kedua, falsifikasi adalah manipulasi data atau hasil penelitian sehingga tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Seperti fabrikasi, falsifikasi merusak kepercayaan terhadap temuan ilmiah dan mengganggu proses akumulasi pengetahuan ilmiah yang andal (Fanelli, 2009).

Ketiga, plagiat merupakan tindakan mengambil karya orang lain, baik sebagian maupun seluruhnya, tanpa memberikan pengakuan yang semestinya. Plagiat adalah salah satu pelanggaran serius yang mengancam orisinalitas dan etika dalam dunia akademik (Roig, 2011).

Keempat, kepengarangan yang tidak sah terjadi ketika seseorang mencantumkan nama individu yang tidak terlibat secara signifikan dalam penelitian atau mengabaikan individu yang berkontribusi. Hal ini mengabaikan prinsip keadilan dan penghargaan terhadap kontribusi individu (ICMJE, 2019).

Kelima, konflik kepentingan merujuk pada situasi di mana keputusan akademik dipengaruhi oleh kepentingan pribadi atau eksternal, yang dapat menimbulkan bias dalam penelitian dan publikasi. Dosen bertanggung jawab untuk mengungkapkan potensi konflik kepentingan guna menjaga transparansi (Bero, 2017).

Terakhir, pengajuan jamak adalah pengiriman karya ilmiah yang sama ke lebih dari satu jurnal atau konferensi tanpa pemberitahuan kepada editor. Praktik ini dianggap tidak etis karena dapat membingungkan pembaca dan pengulas, serta melanggar prinsip eksklusivitas dalam publikasi (Resnik & Shamoo, 2011).

Dengan mematuhi kode perilaku ini, dosen tidak hanya menjaga reputasi pribadi dan institusi tetapi juga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pengembangan ilmu pengetahuan yang jujur dan terpercaya. Pelanggaran kode perilaku ini dapat dikenai sanksi moral maupun hukum, mengingat dampaknya yang serius terhadap dunia akademik.

Kode Perilaku Dosen dalam Menjaga Etika dan Profesionalisme

Dosen memiliki tanggung jawab untuk menjaga etika dan profesionalisme dalam menjalankan tugasnya, termasuk dalam hubungan dengan mahasiswa dan komunitas akademik. Beberapa prinsip dalam kode perilaku dosen mencakup larangan menerima gratifikasi, mencegah penyalahgunaan posisi, menangani insiden yang merugikan, dan mendukung upaya pencegahan serta penanganan masalah etika di lingkungan perguruan tinggi.

Pertama, dosen dilarang menerima gratifikasi atau meminta imbalan dari mahasiswa dalam bentuk apa pun. Praktik ini tidak hanya melanggar prinsip integritas tetapi juga merusak hubungan yang berbasis profesionalisme dan kepercayaan antara dosen dan mahasiswa (Boehm et al., 2014). Selain itu, dosen juga tidak boleh memanfaatkan posisinya untuk memperoleh keuntungan pribadi dari mahasiswa, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tindakan seperti ini bertentangan dengan etika profesional dan dapat menciptakan ketidakadilan (McCabe & Pavela, 2004).

Selanjutnya, dosen memiliki tanggung jawab moral dan profesional untuk secara aktif mengintervensi dan menangani insiden intoleransi, perundungan, atau kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi. Ini termasuk memberikan dukungan kepada korban dan memastikan mereka memiliki akses terhadap sumber daya yang diperlukan, seperti konseling atau layanan hukum (Bondestam & Lundqvist, 2020). Dengan memberikan dukungan ini, dosen berperan penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman dan inklusif.

Dosen juga harus melaporkan insiden intoleransi, perundungan, atau kekerasan seksual kepada otoritas yang berwenang dengan cara yang bertanggung jawab. Pelaporan ini penting untuk memastikan keadilan dan mendukung upaya pencegahan insiden serupa di masa depan (Fitzgerald et al., 1995). Lebih jauh, dosen diharapkan berpartisipasi aktif dalam inisiatif pendidikan dan kampanye kesadaran yang bertujuan mencegah intoleransi, perundungan, dan kekerasan seksual.

Selain itu, dosen dilarang keras melakukan atau mendukung tindakan yang menunjukkan intoleransi atau diskriminasi. Tindakan ini bertentangan dengan prinsip inklusivitas yang menjadi salah satu pilar pendidikan tinggi (Banks, 2015). Dosen juga tidak boleh mengabaikan atau membiarkan perundungan atau intimidasi dalam bentuk apa pun. Membiarkan tindakan ini terjadi dapat menciptakan budaya toksik yang merugikan mahasiswa dan komunitas akademik secara keseluruhan (Twemlow & Fonagy, 2005).

Melalui penerapan kode perilaku ini, dosen berkontribusi dalam membangun lingkungan akademik yang menghargai integritas, keadilan, dan penghormatan terhadap martabat manusia. Prinsip-prinsip ini tidak hanya mencerminkan komitmen terhadap etika profesional, tetapi juga mendukung pengembangan karakter dan potensi mahasiswa secara holistik.

Referensi

1.      Anderson, M. S., & Louis, K. S. (1994). The graduate student experience and subscription to the norms of science. Research in Higher Education, 35(5), 523–539.

2.      Fisher, B. S., & Sloan, J. J. (2013). Campus crime: Legal, social, and policy perspectives. Charles C Thomas Publisher.

3.      Smith, D. G., Turner, C. S., Osei-Kofi, N., & Richards, S. (2020). Interrupting the usual: Successful strategies for hiring diverse faculty. The Journal of Higher Education, 75(2), 133–160.

4.      Steen, R. G., Casadevall, A., & Fang, F. C. (2017). Why has the number of scientific retractions increased? PLoS One, 8(7), e68397.

5.      Bero, L. (2017). Addressing bias and conflict of interest among biomedical researchers. JAMA, 317(17), 1723–1724.

6.      Fanelli, D. (2009). How many scientists fabricate and falsify research? A systematic review and meta-analysis of survey data. PLoS One, 4(5), e5738.

7.      ICMJE. (2019). Recommendations for the Conduct, Reporting, Editing, and Publication of Scholarly Work in Medical Journals. International Committee of Medical Journal Editors.

8.      Resnik, D. B., & Shamoo, A. E. (2011). The Singapore statement on research integrity. Accountability in Research, 18(2), 71–75.

9.      Roig, M. (2011). Avoiding plagiarism, self-plagiarism, and other questionable writing practices: A guide to ethical writing. U.S. Department of Health & Human Services.

10.  Steneck, N. H. (2006). Fostering integrity in research: Definitions, current knowledge, and future directions. Science and Engineering Ethics, 12(1), 53–74.

11.  Banks, J. A. (2015). Cultural diversity and education: Foundations, curriculum, and teaching. Routledge.

12.  Boehm, S. A., Dwertmann, D. J. G., & Kunze, F. (2014). Disentangling the effects of perceived unfair treatment on individual well-being: The role of self-esteem and the desire for vengeance. Journal of Management, 40(3), 949–976.

13.  Bondestam, F., & Lundqvist, M. (2020). Sexual harassment in higher education–A systematic review. European Journal of Higher Education, 10(4), 397–419.

14.  Fitzgerald, L. F., Swan, S., & Fischer, K. (1995). Why didn't she just report him? The psychological and legal implications of women's responses to sexual harassment. Journal of Social Issues, 51(1), 117–138.

15.  McCabe, D. L., & Pavela, G. (2004). Ten principles of academic integrity. Change: The Magazine of Higher Learning, 36(3), 10–15.

16.  Twemlow, S. W., & Fonagy, P. (2005). The prevalence of teacher bullying in schools and its implications. School Psychology International, 26(4), 394–413.



Yang terhormat pembaca, jika ingin mengutip konten artikel ini silahkan salin format ini:
👇👇👇


Nasir, A. (2024, Desember 10). Kode Etik Dosen: Pilar Integritas dan Profesionalisme dalam Dunia Akademik. RUANG DOSENhttps://www.ruangdosen.site/

 

Konten lainnya: 

👇👇👇
  1. Kiat-Kiat Menulis Buku Ajar dan Modul Pembelajaran | RUANG DOSEN
  2. Manajemen Waktu untuk Dosen yang Efektif | RUANG DOSEN
  3. Pengembangan Karier Akademik Dosen: Tips dan Strategi | RUANG DOSEN
  4. Strategi Pembelajaran Inovatif untuk Dosen di Era Digital | RUANG DOSEN
  5. Tantangan dan Peluang Dosen dalam Dunia Pendidikan | RUANG DOSEN
  6. BAN-PT Luncurkan Instrumen Akreditasi Ulang Perguruan Tinggi (IAPT 4.0) | RUANG DOSEN
  7. Strategi Membangun Budaya Ilmiah Unggul: Pemaparan Wamendiktisaintek Stella Christie di PRIMA ITB | RUANG DOSEN
  8. Kode Etik Dosen: Pilar Integritas dan Profesionalisme dalam Dunia Akademik | RUANG DOSEN
  9. Active Learning: Pembelajaran Aktif | RUANG DOSEN
  10. Pendekatan Modern dalam Pendidikan: Active Learning, Problem-Based Learning, Project-Based Learning, Case Method, dan Technology Savvy | RUANG DOSEN
  11. Sertifikasi Dosen: Pahami Tentang Sertifikasi Dosen dan Besaran Tunjangannya | RUANG DOSEN
  12. Penundaan Implementasi Permendikbudristek Nomor 44 Tahun 2024 Tentang Profesi, Karier, dan Penghasilan Dosen | RUANG DOSEN
  13. Kompetensi Dosen: Empat Aspek Utama | RUANG DOSEN
  14. Pemerintah Tetapkan Permendikbudristek Nomor 44 Tahun 2024 tentang Profesi, Karier, dan Penghasilan Dosen | RUANG DOSEN
  15. Tantangan dan Solusi dalam Pelaksanaan Tridarma Perguruan Tinggi | RUANG DOSEN

Komentar