Bayangkan kamu sudah bersusah payah menulis artikel ilmiah — begadang
bermalam-malam, revisi tak terhitung, data sudah diolah rapi — lalu begitu
terbit, ternyata jurnal tempat kamu publikasi masuk daftar jurnal
predator. Rasanya seperti mencetak gol ke gawang sendiri.
Fenomena jurnal predator memang makin marak. Di dunia akademik, terutama di
Indonesia, para dosen sering jadi target empuk. Soalnya, banyak dari kita punya
tekanan untuk segera publikasi demi kenaikan jabatan, angka kredit, atau
sekadar memenuhi syarat BKD dan sertifikasi dosen.
Nah, artikel ini bakal bantu kamu mengenali apa itu jurnal
predator, ciri-cirinya, dan cara menghindarinya, lengkap dengan
contoh dan tips praktis.
🕵️♂️ Apa Itu Jurnal Predator?
Secara sederhana, jurnal predator adalah
jurnal yang mengaku ilmiah tapi tidak menjalankan
standar akademik yang benar. Tujuan utamanya bukan menyebarkan
ilmu, tapi mengambil uang dari penulis.
Biasanya, jurnal seperti ini:
·
Mengundang penulis lewat
email dengan janji “publikasi cepat”.
·
Meminta biaya publikasi
(APC) yang tinggi tanpa proses review.
·
Meniru nama atau tampilan
jurnal bereputasi agar terlihat meyakinkan.
🧩 Analogi ringan:
Bayangkan kamu mau beli iPhone, tapi ternyata yang kamu dapat adalah “Eye Fone”
yang tampilannya mirip tapi isinya abal-abal. Nah, jurnal predator itu mirip
seperti itu — terlihat sahih di luar, tapi isinya tak bisa
dipertanggungjawabkan.
🚨 Kenapa Dosen Harus Waspada?
Publikasi di jurnal predator bisa berdampak serius. Beberapa di antaranya:
1. Nilai akademik nol besar.
Artikelmu bisa ditolak oleh lembaga pengindeks (Sinta, Scopus, atau kampusmu
sendiri).
2. Citra akademik rusak.
Orang bisa menganggap kamu tidak hati-hati atau bahkan tidak etis.
3. Uang melayang. Banyak
jurnal predator menarik biaya jutaan rupiah tanpa hasil jelas.
4. Nama baik institusi ikut tercoreng.
Apalagi kalau dosen lain ikut-ikutan terbit di tempat yang sama.
Jadi, kalau kamu seorang dosen yang peduli dengan reputasi ilmiah, menjauhi
jurnal predator itu wajib hukumnya.
🧭 Ciri-Ciri Jurnal Predator yang
Harus Diwaspadai
Supaya lebih mudah mengenalinya, berikut beberapa tanda klasik jurnal
predator — lengkap dengan contoh ilustrasi biar kamu lebih gampang
mengingatnya:
1. Email Undangan yang Terlalu Manis
Kamu tiba-tiba dapat email dari jurnal internasional dengan subjek seperti
ini:
“Dear Esteemed Professor, We are impressed by your previous works and invite
you to submit your valuable manuscript for quick publication!”
Padahal kamu belum pernah kirim artikel ke mereka, bahkan kadang bidangnya
pun nggak nyambung.
Contoh: kamu dosen Pendidikan Bahasa Indonesia, tapi diundang menulis di Journal
of Advanced Chemical Engineering. 😅
🧩 Ilustrasi:
Ibarat kamu tiba-tiba dapat SMS “Selamat! Anda memenangkan mobil!” padahal kamu
nggak pernah ikut undian.
2. Proses Publikasi Super Cepat
Jurnal yang baik butuh waktu untuk review.
Prosesnya bisa 1–3 bulan, bahkan lebih.
Kalau ada jurnal yang menjanjikan:
“Submit hari ini, publish minggu depan,”
itu patut dicurigai.
Ilmiah itu butuh waktu. Kalau terlalu cepat, bisa dipastikan tidak ada
proses review yang sungguh-sungguh.
3. Website dan Desainnya Asal-Asalan
Coba lihat situsnya. Apakah tampilan web-nya rapi dan profesional?
Jurnal predator sering punya tampilan:
·
Banyak typo atau kalimat
aneh.
·
Tidak jelas alamat kantor
redaksinya.
·
Banyak link error atau
tidak aktif.
·
Editor berasal dari
berbagai negara tapi tanpa afiliasi yang jelas.
🖥️ Tips kecil:
Lihat domain-nya. Jika pakai domain gratisan seperti .weebly.com, .wordpress.com, atau .blogspot.com, kemungkinan besar bukan
jurnal akademik resmi.
4. Editor Palsu atau Asal Cantum
Beberapa jurnal predator mencantumkan nama-nama dosen terkenal sebagai dewan
editor, padahal orangnya bahkan nggak tahu kalau namanya dipakai.
🔍 Cara mengecek:
Salin nama salah satu editor, lalu cari di Google atau LinkedIn. Kalau ternyata
tidak ada kaitan dengan jurnal itu, bisa dipastikan redaksinya fiktif.
5. Nama Jurnal Mirip dengan Jurnal Bereputasi
Ini salah satu trik licik. Mereka meniru nama jurnal terkenal dengan sedikit
modifikasi.
Misalnya:
·
International Journal
of Education (asli)
jadi
International Journal for Education and Learning Sciences (palsu)
Kalau kamu tidak teliti, mudah terkecoh karena tampilannya mirip.
6. Tidak Terindeks di Basis Data Bereputasi
Jurnal yang sah biasanya terdaftar di:
·
SINTA
(Indonesia)
·
DOAJ
(Directory of Open Access Journals)
·
Scopus
·
Web
of Science
Kalau jurnal yang kamu incar tidak bisa ditemukan di salah satu tempat itu,
apalagi tidak ada informasi akreditasi, lebih baik cari yang lain.
7. Biaya Publikasi Tidak Masuk Akal
Setiap jurnal memang punya article processing charge (APC), tapi
jumlahnya harus wajar dan transparan.
Kalau jurnal langsung minta bayaran di awal (bahkan sebelum proses review) —
itu pertanda bahaya!
💸 Contoh:
Jurnal meminta biaya USD 500 saat submit, bukan setelah artikel diterima.
Yang lebih parah, ada yang minta kirim lewat rekening pribadi atau PayPal
individu, bukan atas nama lembaga.
🧠 Cara Memeriksa Keaslian dan Kredibilitas Jurnal
Sekarang kita masuk ke tahap detektif. Begini langkah-langkah praktis untuk
memeriksa apakah jurnal itu predator atau bukan.
1. Cek di Beall’s List (Daftar Jurnal Predator)
Jeffrey Beall, seorang pustakawan dari University of Colorado, membuat
daftar jurnal dan penerbit predator.
Meski daftar resminya sudah tidak diperbarui sejak 2017, banyak versi mirror
masih bisa diakses, seperti di:
👉 https://beallslist.net/
Kalau jurnal atau penerbitmu ada di sana, langsung lari
sekencang-kencangnya.
2. Gunakan DOAJ (Directory of Open Access Journals)
Kunjungi https://doaj.org
Ketik nama jurnal di kolom pencarian.
Kalau jurnalmu terdaftar di DOAJ,
artinya sudah melalui proses seleksi ketat dan bisa dipercaya.
3. Cek di SINTA dan Arjuna (Untuk Jurnal Nasional)
Untuk jurnal di Indonesia, buka:
·
https://sinta.kemdikbud.go.id/journals
·
https://arjuna.kemdikbud.go.id
Kalau jurnal itu tidak muncul di kedua situs itu, atau klaim terakreditasi
tapi tak terbukti, bisa jadi jurnal abal-abal.
4. Lihat Metadata dan DOI
Setiap artikel ilmiah yang sah punya DOI (Digital Object
Identifier) yang valid.
Kamu bisa mengeceknya di https://doi.org.
Kalau DOI-nya tidak terdaftar, atau saat diklik muncul error, bisa
dipastikan itu DOI palsu.
5. Tanya Rekan Sejawat atau Lembaga
Kalau kamu masih ragu, jangan sungkan bertanya ke teman dosen lain,
pustakawan universitas, atau LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat).
Biasanya mereka punya daftar jurnal terpercaya dan bisa memberi saran terbaik.
💡 Strategi Aman Publikasi untuk Dosen
Setelah tahu bahaya dan cara mengenali jurnal predator, sekarang kita bahas
cara bermain aman.
Berikut beberapa strategi jitu:
1. Gunakan Jurnal dari Daftar SINTA
Kalau kamu dosen di Indonesia, ini langkah paling aman.
Cari jurnal sesuai bidangmu, lihat akreditasinya, dan sesuaikan dengan
kebutuhan (misalnya untuk naik jabatan).
2. Pilih Jurnal Universitas atau Lembaga Resmi
Banyak kampus besar punya jurnal sendiri — Universitas Indonesia, UGM,
UNHAS, UNY, UNM, dan lain-lain.
Biasanya mereka dikelola oleh LPPM atau fakultas, dan dijamin bukan predator.
3. Jangan Tergoda Janji “Cepat Terbit”
Ilmu pengetahuan itu bukan balapan. Lebih baik prosesnya lama tapi sahih,
daripada cepat tapi mencurigakan.
Lagipula, jurnal bereputasi justru suka penulis yang sabar dan rapi.
4. Manfaatkan Relasi Akademik
Kalau kamu punya teman dosen di kampus lain yang sering publikasi, tanyakan
jurnal yang mereka rekomendasikan. Pengalaman nyata sering lebih akurat dari
sekadar pencarian di internet.
5. Simpan Bukti Komunikasi
Kalau kamu sudah terlanjur berhubungan dengan jurnal yang mencurigakan,
simpan semua email, invoice, atau bukti transaksi. Ini bisa berguna kalau kamu
perlu melapor ke lembaga atau klarifikasi.
📖 Ilustrasi Kasus Nyata
Seorang dosen muda di sebuah universitas di Sulawesi (sebut saja Pak “D”)
pernah bercerita:
Ia menerima email undangan dari jurnal internasional yang katanya “terindeks
Scopus”. Biayanya USD 350 dan janjinya artikel akan terbit dalam dua minggu.
Karena tergiur cepat dan tampak meyakinkan, ia pun kirim artikelnya.
Hasilnya?
Artikel memang “terbit” cepat, tapi saat dicek di Scopus — tidak ada.
Bahkan situs jurnalnya hilang sebulan kemudian. Uang lenyap, artikel tak bisa
dikutip, dan reputasi pun terganggu.
Sejak itu, Pak D selalu cek di SINTA dan DOAJ sebelum mengirim naskah. Ia
juga sering mengingatkan koleganya agar lebih hati-hati.
🧩 Kesimpulan: Waspada, Tapi Jangan Takut Publikasi
Publikasi ilmiah memang penting bagi dosen. Tapi jangan sampai semangat
publikasi membuat kita lengah dan akhirnya masuk perangkap jurnal predator.
Ingat prinsip sederhana ini:
“Kalau terdengar terlalu bagus untuk jadi kenyataan, mungkin
memang bukan kenyataan.”
Jadi, sebelum klik tombol submit, pastikan:
·
Kamu sudah memeriksa
kredibilitas jurnal.
·
Proses review-nya jelas.
·
Biayanya wajar dan
transparan.
·
Jurnalnya benar-benar
terindeks lembaga resmi.
Menulis dan publikasi itu perjalanan panjang, bukan sprint. Nikmati
prosesnya, jaga integritasnya, dan bantu kolega dosen lain agar tidak terjebak.
Karena di dunia akademik, reputasi adalah segalanya.
🧭 Ringkasan Cepat
|
Langkah |
Keterangan |
|
1 |
Cek daftar jurnal di SINTA, DOAJ,
atau Scopus |
|
2 |
Hindari jurnal yang menjanjikan publikasi cepat |
|
3 |
Periksa alamat redaksi dan dewan
editor |
|
4 |
Jangan langsung bayar biaya publikasi |
|
5 |
Diskusikan dengan rekan dosen atau
LPPM |