Menghindari Jurnal Predator: Panduan Lengkap untuk Dosen


Bayangkan kamu sudah bersusah payah menulis artikel ilmiah — begadang bermalam-malam, revisi tak terhitung, data sudah diolah rapi — lalu begitu terbit, ternyata jurnal tempat kamu publikasi masuk daftar jurnal predator. Rasanya seperti mencetak gol ke gawang sendiri.

Fenomena jurnal predator memang makin marak. Di dunia akademik, terutama di Indonesia, para dosen sering jadi target empuk. Soalnya, banyak dari kita punya tekanan untuk segera publikasi demi kenaikan jabatan, angka kredit, atau sekadar memenuhi syarat BKD dan sertifikasi dosen.

Nah, artikel ini bakal bantu kamu mengenali apa itu jurnal predator, ciri-cirinya, dan cara menghindarinya, lengkap dengan contoh dan tips praktis.

 

🕵 Apa Itu Jurnal Predator?

Secara sederhana, jurnal predator adalah jurnal yang mengaku ilmiah tapi tidak menjalankan standar akademik yang benar. Tujuan utamanya bukan menyebarkan ilmu, tapi mengambil uang dari penulis.

Biasanya, jurnal seperti ini:

·         Mengundang penulis lewat email dengan janji “publikasi cepat”.

·         Meminta biaya publikasi (APC) yang tinggi tanpa proses review.

·         Meniru nama atau tampilan jurnal bereputasi agar terlihat meyakinkan.

🧩 Analogi ringan:
Bayangkan kamu mau beli iPhone, tapi ternyata yang kamu dapat adalah “Eye Fone” yang tampilannya mirip tapi isinya abal-abal. Nah, jurnal predator itu mirip seperti itu — terlihat sahih di luar, tapi isinya tak bisa dipertanggungjawabkan.

 

🚨 Kenapa Dosen Harus Waspada?

Publikasi di jurnal predator bisa berdampak serius. Beberapa di antaranya:

1.      Nilai akademik nol besar. Artikelmu bisa ditolak oleh lembaga pengindeks (Sinta, Scopus, atau kampusmu sendiri).

2.      Citra akademik rusak. Orang bisa menganggap kamu tidak hati-hati atau bahkan tidak etis.

3.      Uang melayang. Banyak jurnal predator menarik biaya jutaan rupiah tanpa hasil jelas.

4.      Nama baik institusi ikut tercoreng. Apalagi kalau dosen lain ikut-ikutan terbit di tempat yang sama.

Jadi, kalau kamu seorang dosen yang peduli dengan reputasi ilmiah, menjauhi jurnal predator itu wajib hukumnya.

 

🧭 Ciri-Ciri Jurnal Predator yang Harus Diwaspadai

Supaya lebih mudah mengenalinya, berikut beberapa tanda klasik jurnal predator — lengkap dengan contoh ilustrasi biar kamu lebih gampang mengingatnya:

1. Email Undangan yang Terlalu Manis

Kamu tiba-tiba dapat email dari jurnal internasional dengan subjek seperti ini:

“Dear Esteemed Professor, We are impressed by your previous works and invite you to submit your valuable manuscript for quick publication!”

Padahal kamu belum pernah kirim artikel ke mereka, bahkan kadang bidangnya pun nggak nyambung.
Contoh: kamu dosen Pendidikan Bahasa Indonesia, tapi diundang menulis di Journal of Advanced Chemical Engineering. 😅

🧩 Ilustrasi:
Ibarat kamu tiba-tiba dapat SMS “Selamat! Anda memenangkan mobil!” padahal kamu nggak pernah ikut undian.

 

2. Proses Publikasi Super Cepat

Jurnal yang baik butuh waktu untuk review. Prosesnya bisa 1–3 bulan, bahkan lebih.
Kalau ada jurnal yang menjanjikan:

“Submit hari ini, publish minggu depan,”
itu patut dicurigai.

Ilmiah itu butuh waktu. Kalau terlalu cepat, bisa dipastikan tidak ada proses review yang sungguh-sungguh.

 

3. Website dan Desainnya Asal-Asalan

Coba lihat situsnya. Apakah tampilan web-nya rapi dan profesional?
Jurnal predator sering punya tampilan:

·         Banyak typo atau kalimat aneh.

·         Tidak jelas alamat kantor redaksinya.

·         Banyak link error atau tidak aktif.

·         Editor berasal dari berbagai negara tapi tanpa afiliasi yang jelas.

🖥Tips kecil:
Lihat domain-nya. Jika pakai domain gratisan seperti .weebly.com, .wordpress.com, atau .blogspot.com, kemungkinan besar bukan jurnal akademik resmi.

 

4. Editor Palsu atau Asal Cantum

Beberapa jurnal predator mencantumkan nama-nama dosen terkenal sebagai dewan editor, padahal orangnya bahkan nggak tahu kalau namanya dipakai.

🔍 Cara mengecek:
Salin nama salah satu editor, lalu cari di Google atau LinkedIn. Kalau ternyata tidak ada kaitan dengan jurnal itu, bisa dipastikan redaksinya fiktif.

 

5. Nama Jurnal Mirip dengan Jurnal Bereputasi

Ini salah satu trik licik. Mereka meniru nama jurnal terkenal dengan sedikit modifikasi.

Misalnya:

·         International Journal of Education (asli)
jadi
International Journal for Education and Learning Sciences (palsu)

Kalau kamu tidak teliti, mudah terkecoh karena tampilannya mirip.

 

6. Tidak Terindeks di Basis Data Bereputasi

Jurnal yang sah biasanya terdaftar di:

·         SINTA (Indonesia)

·         DOAJ (Directory of Open Access Journals)

·         Scopus

·         Web of Science

Kalau jurnal yang kamu incar tidak bisa ditemukan di salah satu tempat itu, apalagi tidak ada informasi akreditasi, lebih baik cari yang lain.

 

7. Biaya Publikasi Tidak Masuk Akal

Setiap jurnal memang punya article processing charge (APC), tapi jumlahnya harus wajar dan transparan.
Kalau jurnal langsung minta bayaran di awal (bahkan sebelum proses review) — itu pertanda bahaya!

💸 Contoh:
Jurnal meminta biaya USD 500 saat submit, bukan setelah artikel diterima.
Yang lebih parah, ada yang minta kirim lewat rekening pribadi atau PayPal individu, bukan atas nama lembaga.

 

🧠 Cara Memeriksa Keaslian dan Kredibilitas Jurnal

Sekarang kita masuk ke tahap detektif. Begini langkah-langkah praktis untuk memeriksa apakah jurnal itu predator atau bukan.

1. Cek di Beall’s List (Daftar Jurnal Predator)

Jeffrey Beall, seorang pustakawan dari University of Colorado, membuat daftar jurnal dan penerbit predator.
Meski daftar resminya sudah tidak diperbarui sejak 2017, banyak versi mirror masih bisa diakses, seperti di:
👉 https://beallslist.net/

Kalau jurnal atau penerbitmu ada di sana, langsung lari sekencang-kencangnya.

 

2. Gunakan DOAJ (Directory of Open Access Journals)

Kunjungi https://doaj.org
Ketik nama jurnal di kolom pencarian.
Kalau jurnalmu terdaftar di DOAJ, artinya sudah melalui proses seleksi ketat dan bisa dipercaya.

 

3. Cek di SINTA dan Arjuna (Untuk Jurnal Nasional)

Untuk jurnal di Indonesia, buka:

·         https://sinta.kemdikbud.go.id/journals

·         https://arjuna.kemdikbud.go.id

Kalau jurnal itu tidak muncul di kedua situs itu, atau klaim terakreditasi tapi tak terbukti, bisa jadi jurnal abal-abal.

 

4. Lihat Metadata dan DOI

Setiap artikel ilmiah yang sah punya DOI (Digital Object Identifier) yang valid.
Kamu bisa mengeceknya di https://doi.org.

Kalau DOI-nya tidak terdaftar, atau saat diklik muncul error, bisa dipastikan itu DOI palsu.

 

5. Tanya Rekan Sejawat atau Lembaga

Kalau kamu masih ragu, jangan sungkan bertanya ke teman dosen lain, pustakawan universitas, atau LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat).
Biasanya mereka punya daftar jurnal terpercaya dan bisa memberi saran terbaik.

 

💡 Strategi Aman Publikasi untuk Dosen

Setelah tahu bahaya dan cara mengenali jurnal predator, sekarang kita bahas cara bermain aman.

Berikut beberapa strategi jitu:

1. Gunakan Jurnal dari Daftar SINTA

Kalau kamu dosen di Indonesia, ini langkah paling aman.
Cari jurnal sesuai bidangmu, lihat akreditasinya, dan sesuaikan dengan kebutuhan (misalnya untuk naik jabatan).

2. Pilih Jurnal Universitas atau Lembaga Resmi

Banyak kampus besar punya jurnal sendiri — Universitas Indonesia, UGM, UNHAS, UNY, UNM, dan lain-lain.
Biasanya mereka dikelola oleh LPPM atau fakultas, dan dijamin bukan predator.

3. Jangan Tergoda Janji “Cepat Terbit”

Ilmu pengetahuan itu bukan balapan. Lebih baik prosesnya lama tapi sahih, daripada cepat tapi mencurigakan.
Lagipula, jurnal bereputasi justru suka penulis yang sabar dan rapi.

4. Manfaatkan Relasi Akademik

Kalau kamu punya teman dosen di kampus lain yang sering publikasi, tanyakan jurnal yang mereka rekomendasikan. Pengalaman nyata sering lebih akurat dari sekadar pencarian di internet.

5. Simpan Bukti Komunikasi

Kalau kamu sudah terlanjur berhubungan dengan jurnal yang mencurigakan, simpan semua email, invoice, atau bukti transaksi. Ini bisa berguna kalau kamu perlu melapor ke lembaga atau klarifikasi.

 

📖 Ilustrasi Kasus Nyata

Seorang dosen muda di sebuah universitas di Sulawesi (sebut saja Pak “D”) pernah bercerita:
Ia menerima email undangan dari jurnal internasional yang katanya “terindeks Scopus”. Biayanya USD 350 dan janjinya artikel akan terbit dalam dua minggu.

Karena tergiur cepat dan tampak meyakinkan, ia pun kirim artikelnya. Hasilnya?
Artikel memang “terbit” cepat, tapi saat dicek di Scopus — tidak ada. Bahkan situs jurnalnya hilang sebulan kemudian. Uang lenyap, artikel tak bisa dikutip, dan reputasi pun terganggu.

Sejak itu, Pak D selalu cek di SINTA dan DOAJ sebelum mengirim naskah. Ia juga sering mengingatkan koleganya agar lebih hati-hati.

 

🧩 Kesimpulan: Waspada, Tapi Jangan Takut Publikasi

Publikasi ilmiah memang penting bagi dosen. Tapi jangan sampai semangat publikasi membuat kita lengah dan akhirnya masuk perangkap jurnal predator.

Ingat prinsip sederhana ini:

“Kalau terdengar terlalu bagus untuk jadi kenyataan, mungkin memang bukan kenyataan.”

Jadi, sebelum klik tombol submit, pastikan:

·         Kamu sudah memeriksa kredibilitas jurnal.

·         Proses review-nya jelas.

·         Biayanya wajar dan transparan.

·         Jurnalnya benar-benar terindeks lembaga resmi.

Menulis dan publikasi itu perjalanan panjang, bukan sprint. Nikmati prosesnya, jaga integritasnya, dan bantu kolega dosen lain agar tidak terjebak. Karena di dunia akademik, reputasi adalah segalanya.

 

🧭 Ringkasan Cepat

Langkah

Keterangan

1

Cek daftar jurnal di SINTA, DOAJ, atau Scopus

2

Hindari jurnal yang menjanjikan publikasi cepat

3

Periksa alamat redaksi dan dewan editor

4

Jangan langsung bayar biaya publikasi

5

Diskusikan dengan rekan dosen atau LPPM

 

Tips Menembus Jurnal Internasional Bereputasi: Dari Nol ke Accepted!

 

Halo para pejuang jurnal! Kalau ada satu mimpi sekaligus momok bagi dosen dan peneliti di Indonesia, ya ini dia: menembus jurnal internasional bereputasi. Ibaratnya, ini adalah "liga champions"-nya dunia akademik. Tempat di mana karyamu diakui secara global, sitasimu menari-nari, dan poin KUM-mu pun melambung tinggi.

Tapi, jalan menuju sana seringkali terasa seperti mendaki gunung es. Submission, rejection, revision, stres! Jangan khawatir. Artikel ini akan jadi "panduan pendakian" buatmu. Kita akan bahas step-by-step tips realistis untuk menembus jurnal bereputasi dengan gaya santai dan contoh yang relatable. Siap? Let's go!

Bab 1: Mental Battle: Lawan Rasa Takut dan Bangun Mindset Juara

Sebelum urusan teknis, pertempuran terbesar ada di dalam pikiranmu.

·         "Researchku biasa aja, nggak level internasional." -> STOP! Percayalah, banyak penelitian dari Indonesia yang sangat unik dan diminati dunia internasional karena konteks lokalnya. Keunikan lokalmu adalah kekuatan!

·         "Bahasa Inggrisku berantakan, mana mungkin diterima." -> Tenang, bukan itu fokus utamanya. Yang penting ide dan metodologinya kuat. Bahasa bisa dibenahkan dengan bantuan proofreading atau translator.

·         "Ditolak itu memalukan." -> SALAH BESAR! Ditolak adalah hal yang NORMAL. Bahkan profesor top pun pernah ditolak. Setiap rejection letter adalah batu loncatan, bukan akhir perjalanan. Anggap saja reviewer adalah co-supervisor gratis yang mengoreksi karyamu.

·         "Prosesnya terlalu lama dan melelahkan." -> Iya, memang. Tapi hasilnya sepadan. Nikmati prosesnya seperti marathon, bukan sprint.

Ilustrasi:
Bayangkan Andi, dosen muda dari Fakultas Pertanian di sebuah PTN. Risetnya tentang pupuk organik dari limbah rumah tangga lokal. Awalnya dia merasa risetnya "kampungan" dan tidak layak untuk jurnal internasional. Setelah mengubah mindset, dia justru melihat keunikan konteks lokalnya sebagai nilai jual. Limbah yang di Indonesia dianggap sampah, bisa jadi solusi pertanian berkelanjutan bagi negara lain. Dia pun memberanikan diri untuk submit.

Kunci Bab 1: Ubah "Aku nggak bisa" menjadi "Aku akan coba". Jadikan penolakan sebagai bahan belajar, bukan akhir segalanya.

Bab 2: Senjata Rahasia: Memilih Jurnal yang Tepat (Bukan Asal Submit!)

Kesalahan fatal banyak pemula adalah: penelitian selesai, BARU cari jurnal. Ini kebalik! Strategi yang jitu adalah: TARGETKAN JURNALNYA SEJAK DINI.

·         Kenali Calon Pasanganmu: Sebelum submit, pelajari jurnal incaranmu seperti kamu mempelajari calon pasangan.

o    Scope and Aims: Cocok nggak scope-nya dengan penelitianmu? Jangan memaksakan penelitian teknik mesin ke jurnal biologi.

o    Reputasi: Cek impact factor, Scimago Journal Rank (SJR), atau peringkat di SINTA. Mulailah dari jurnal Q3 atau Q4 di Scimagojr.com dulu sebelum menembus Q1.

o    Perhatikan "Aims and Scope" dan "Guide for Authors": Ini adalah Alkitabmu! Baca sampai detail. Formatting, gaya sitasi, panjang artikel, semuanya ada di sana.

·         Gunakan Tools yang Tepat:

o    Scimago Journal Rank (SJR): Untuk melihat kuartil jurnal.

o    Journal Finder: Banyak publisher seperti Elsevier, Springer, dan Taylor & Francis punya tools "Journal Finder". Kamu tinggal masukkan abstract dan judul, mereka akan rekomendasikan jurnal yang cocok.

·         Tips Rahasia: Baca 5-10 artikel yang BARU saja terbit (bukan yang lama) di jurnal incaranmu. Analisis:

o    Bagaimana struktur dan alur artikelnya?

o    Seberapa dalam analisisnya?

o    Bagaimana gaya bahasanya?

o    Dengan ini, kamu bisa "meniru" pola penulisan yang disukai oleh jurnal tersebut.

Ilustrasi:
Andi, si dosen pertanian, ingin menargetkan jurnal di bidang "agricultural waste management". Dia menggunakan Scimagojr dan menemukan beberapa jurnal Q3. Dia pilih satu, lalu menghabiskan waktu seminggu hanya untuk membaca artikel terbaru di jurnal itu dan mempelajari "Guide for Authors"-nya sampai hafal. Dia menyadari bahwa jurnal tersebut sangat menyukai penelitian yang punya analisis ekonomi sederhana. Akhirnya, dia menambahkan satu sub-bab tentang analisis biaya-produksi pupuknya. Kecocokan pun meningkat!

Kunci Bab 2: Memilih jurnal yang tepat adalah 50% kesuksesan. Jangan asal tembak! Lakukan "due diligence"-mu.

Bab 3: Membuat Manuscript yang Memikat dan "Hard to Reject"

Nah, sekarang waktunya menulis. Ingat, reviewer membacanya puluhan bahkan ratusan paper. Buat manuscript-mu menonjol!

A. Judul: Buat yang Clickbait (Tapi Tetap Akademis)
Judul harus jelas, spesifik, dan menarik. Hindari judul yang terlalu umum.

·         Kurang Baik: "Study of Organic Fertilizer"

·         Lebih Baik: "The Utilization of Household Food Waste as Liquid Organic Fertilizer: Enhancing Spinach Growth and Economic Viability in Urban Agriculture"

B. Abstract: Elevator Pitch mu!
Abstract adalah bagian yang paling banyak dibaca. Dalam 200-250 kata, kamu harus menjual cerita lengkapmu.

·         Background (1 kalimat): Konteks penelitian.

·         Problem/Gap (1-2 kalimat): Apa masalah atau celah yang ingin kamu isi.

·         Method (1-2 kalimat): Metode yang digunakan (singkat dan padat).

·         Results (2-3 kalimat): Hasil UTAMA dan paling menarik.

·         Conclusion (1 kalimat): Kesimpulan dan implikasi.

C. Introduction: Cerita yang Menarik
Jangan langsung loncat ke teori. Introduction yang baik seperti membangun cerita detektif.

·         Paragraf 1: Masalah besar di bidangmu (level global/nasional).

·         Paragraf 2: Studi-studi sebelumnya yang relevan dan di mana letak research gap-nya.

·         Paragraf 3: Apa yang kamu lakukan untuk mengisi celah tersebut dan tujuan penelitianmu.

·         Paragraf 4 (opsional): Nilai kebaruan (novelty) penelitianmu.

·         Paragraf Terakhir: Struktur paper (ini paper terdiri dari...).

D. Method: Tulis Sejelas-jelasnya!
Bagian ini harus sangat detail hingga peneliti lain bisa mereplikasi penelitianmu. Jangan ada informasi yang disembunyikan. Gunakan gambar atau diagram alir jika perlu.

E. Results and Discussion: Jantungnya Paper!

·         Results: Sajikan data secara objektif. Gunakan tabel dan grafik yang jelas dan informatif.

·         Discussion: Ini bagian terpenting! Jangan hanya melaporkan data, tapi TAFSIRKAN.

o    Apa arti dari hasil ini?

o    Bandingkan dengan temuan peneliti lain. Jika hasilmu berbeda, jelaskan mengapa?

o    Apa kelebihan dan keterbatasan penelitianmu?

o    Diskusi yang mendalam menunjukkan kematangan berpikirmu.

F. Conclusion: Jangan Hanya Mengulang Abstract
Berikan ringkasan singkat temuan utama, implikasi teoritis/praktis, dan saran untuk penelitian mendatang.

G. References: Jangan Sampai Salah!

·         Gunakan Mendeley/Zotero untuk konsistensi.

·         Pastikan 80% referensimu adalah jurnal internasional terbaru (5-10 tahun terakhir).

·         Sitasi dan daftar pustaka HARUS sesuai dengan gaya selingkung jurnal.

Kunci Bab 3: Kualitas menulis dan kedalaman diskusi adalah penentu utama. Buat reviewer jatuh cinta dengan alur cerita dan analisismu.

Bab 4. The Art of Submission dan Response ke Reviewer

A. Submission: Perhatikan Detail Kecil

·         Cover Letter: Buat yang persuasive. Jelaskan mengapa penelitianmu penting dan mengapa cocok untuk jurnal tersebut. Sebutkan novelty-nya.

·         Suggested Reviewer: Seringkali kamu bisa menyarankan reviewer. Pilih yang benar-benar relevan dengan bidangmu.

·         Periksa Kembali: Pastikan tidak ada typo, format sudah benar, dan semua file sudah ter-upload.

B. Menghadapi Keputusan Reviewer: Jangan Panik!
Setelah menunggu berbulan-bulan, biasanya kamu dapat salah satu dari ini:

1.    Reject: Ya, sudah move on dan cari jurnal lain. Jangan sedih berlama-lama.

2.    Major Revision: Ini KABAR BAIK! Artinya jurnal tertarik, tapi butuh perbaikan besar. Ini peluang emas.

3.    Minor Revision: Hampir diterima! Tinggal perbaiki hal-hal kecil.

4.    Accept: SELAMAT!

C. Seni Membuat Response Letter (Kunci Utama!)
Ini adalah senjata pamungkasmu. Buat response letter yang sangat sopan dan detail.

·         Buat tabel dengan 3 kolom: Comment dari ReviewerYour Response, dan Changes Made (Page/Line).

·         Untuk setiap komentar, ucapkan terima kasih.

·         Jawab setiap poin dengan jelas. Jika kamu merevisi, tunjukkan di halaman dan baris mana perubahan itu dilakukan.

·         Jika kamu tidak setuju dengan reviewer, sampaikan dengan sangat sopan dan berikan argumen yang didukung literatur. Jangan pernah berkata, "You are wrong."

Ilustrasi:
Andi dapat "Major Revision". Reviewer bertanya, "Why did you use this specific temperature?" Awalnya dia marah, "Masa segitu aja ditanya!" Tapi kemudian dia merespons dengan sopan: "We thank the reviewer for this important question. The temperature of 30°C was chosen because it represents the average temperature in tropical regions like Indonesia, where this fertilizer is intended to be used. This has been clarified in the manuscript on page 7, line 12." Respons seperti ini menunjukkan kedewasaan akademik.

Kunci Bab 4: Perlakukan reviewer sebagai kolaborator. Response letter yang baik hampir menjamin penerimaanmu.

Bab 5: Tips Tambahan untuk Meningkatkan Peluang

·         Kolaborasi: Menulis dengan dosen senior yang berpengalaman atau dengan peneliti luar negeri sangat membantu. Jaringan mereka dan pengalamannya tak ternilai.

·         Pilih Topik yang Lagi Tren: Baca jurnal-jurnal terbaru untuk tahu apa yang sedang "hot" di bidangmu.

·         Ikuti Webinar dan Workshop: Banyak webinar gratis dari publisher tentang tips publikasi. Manfaatkan!

·         Manfaatkan Layanan Proofreading: Jika dana ada, gunakan jasa proofreading profesional untuk memastikan bahasa Inggrismu natural.

·         Jangan Menyerah: Kisah sukses di balik setiap paper adalah gunungan rejection letter. Konsistensi adalah kunci.

Penutup: Journey of a Thousand Miles Begins with a Single Step

Menembus jurnal internasional bereputasi bukanlah sulap. Itu adalah perpaduan antara strategi, konsistensi, dan mental tangguh. Mulailah dari target yang realistis (jurnal Q4 dulu), pelajari dengan baik, tulis dengan sungguh-sungguh, dan respon reviewer dengan elegan.

Setiap kali ditolak, ingatlah: itu bukan penolakan terhadap dirimu, tapi hanya proses penyempurnaan menuju jurnal yang lebih tepat. Setiap revisi akan membuatmu menjadi peneliti yang lebih baik.

So, apa langkah pertamamu hari ini? Cari jurnal target? Baca "Guide for Authors"? Atau menulis email pada dosen senior untuk kolaborasi?

Semangat berjuang! Nantikan email bertajuk "Decision on Your Manuscript: Accepted" itu. Percayalah, rasanya akan sangat manis dan membuat semua perjuanganmu terbayar lunas.

 

Menulis Artikel Ilmiah: Dari Ide Hingga Publikasi


Menulis artikel ilmiah itu ibarat perjalanan jauh: dimulai dari sebuah ide kecil yang muncul di kepala, lalu melewati jalan penuh tikungan seperti riset, revisi, dan akhirnya sampai di “bandara publikasi” — tempat karya kita diterbangkan ke dunia akademik.

Tapi jujur aja, bagi banyak mahasiswa, dosen muda, atau peneliti pemula, menulis artikel ilmiah sering kali terasa seperti mendaki gunung tanpa peta. Padahal kalau tahu jalannya, prosesnya bisa dinikmati. Yuk, kita bahas tahap demi tahap — dari ide mentah sampai akhirnya terbit di jurnal.

 

1. Menemukan Ide: Titik Awal dari Segalanya

Semua artikel ilmiah berawal dari pertanyaan atau rasa penasaran. Ide nggak harus muncul dari hal yang besar. Kadang, ide justru lahir dari hal kecil di sekitar kita. Misalnya:

·         Seorang guru menyadari siswanya lebih cepat paham kalau belajar lewat video pendek → muncullah ide meneliti pengaruh penggunaan video pembelajaran terhadap hasil belajar siswa.

·         Seorang mahasiswa melihat banyak temannya susah fokus belajar online → ide pun muncul: bagaimana motivasi belajar memengaruhi efektivitas kuliah daring?

Nah, kunci dari ide yang baik adalah relevan dan bisa diteliti.

Coba tanyakan pada diri sendiri:

“Apa yang menarik untuk saya teliti, dan apakah orang lain juga perlu tahu jawabannya?”

Kalau dua-duanya “ya”, berarti kamu sudah punya benih artikel ilmiah.

🧠 Ilustrasi sederhana:
Bayangkan kamu lagi nongkrong sambil ngopi bareng teman sejurusan. Temanmu curhat, “Kenapa ya, nilai ujian anak-anak sekarang makin rendah padahal materinya sama?”
Nah, kalau kamu penasaran dan mulai mikir, “Mungkin karena metode ajarnya?” — itu sudah langkah pertama menuju penelitian!

 

2. Membaca dan Menelusuri Referensi: Jangan Malas Buka Jurnal!

Begitu punya ide, jangan langsung nulis. Langkah penting berikutnya adalah membaca penelitian orang lain. Ini disebut tinjauan pustaka (literature review).

Tujuannya bukan buat menyalin, tapi untuk:

·         Melihat apakah penelitian kamu sudah pernah dilakukan sebelumnya.

·         Menemukan celah (research gap) yang belum dijawab oleh penelitian terdahulu.

·         Mengetahui teori apa saja yang relevan.

Kamu bisa mencari referensi di Google Scholar, ResearchGate, atau portal nasional seperti Garuda dan Sinta.

📚 Tips cepat:

·         Gunakan kata kunci yang spesifik. Misal: “pengaruh metode pembelajaran flipped classroom terhadap motivasi belajar siswa SMA”.

·         Baca minimal 5–10 artikel terbaru (5 tahun terakhir).

·         Catat hasil, metode, dan kesimpulan dari tiap artikel supaya nanti mudah saat menulis tinjauan pustaka.

🧩 Analogi ringan:
Bayangkan kamu mau buka warung kopi. Masa iya kamu buka tanpa tahu dulu kopi jenis apa yang lagi digemari orang? Nah, membaca referensi itu semacam survei pasar buat penelitianmu.

 

3. Merancang Penelitian: Dari Ide Jadi Rencana Nyata

Setelah tahu celah penelitian, kamu perlu menyusun rancangan penelitian. Ini tahap di mana ide mulai “berwujud”.

Beberapa hal penting di sini:

·         Tujuan penelitian: Apa yang ingin kamu capai?

·         Variabel: Apa yang mau kamu ukur atau bandingkan?

·         Metode penelitian: Apakah kuantitatif, kualitatif, atau campuran?

·         Subjek penelitian: Siapa yang akan diteliti?

·         Instrumen penelitian: Bagaimana cara mengumpulkan data (angket, wawancara, observasi, dsb.)?

Contoh singkat:

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan media interaktif terhadap hasil belajar siswa kelas XI SMAN 1 Mandar. Metode yang digunakan adalah eksperimen dengan dua kelompok (kontrol dan eksperimen).

📋 Ilustrasi:
Bayangkan kamu lagi masak. Rancangan penelitian itu seperti resep masakan — tanpa resep, hasilnya bisa gosong! Kamu perlu tahu bahan (variabel), alat (instrumen), dan langkah-langkah (metode) supaya “masakan ilmiahmu” matang sempurna.

 

4. Mengumpulkan dan Menganalisis Data

Nah, ini bagian yang kadang bikin pusing tapi seru juga kalau dijalani. Di sinilah kamu mulai terjun langsung ke lapangan atau mengolah data dari sumber-sumber tertentu.

Kalau penelitianmu kuantitatif, kamu mungkin akan menggunakan:

·         Kuesioner (angket)

·         Tes hasil belajar

·         Analisis statistik (misalnya uji t, regresi, ANOVA)

Kalau kualitatif, alatmu bisa berupa:

·         Wawancara mendalam

·         Observasi

·         Dokumentasi

Tujuan utamanya adalah menjawab pertanyaan penelitianmu berdasarkan bukti nyata, bukan asumsi.

🧮 Tips praktis:

·         Gunakan software seperti SPSS, Excel, atau R untuk data kuantitatif.

·         Untuk kualitatif, gunakan teknik coding atau aplikasi seperti NVivo untuk mengelompokkan tema.

🎨 Ilustrasi:
Kalau ide dan teori itu seperti sketsa, maka data adalah warna yang menghidupkannya. Tanpa data, artikel ilmiah cuma hitam putih.

 

5. Menulis Artikel: Dari Draft Hingga Siap Baca

Sekarang, saatnya menuangkan hasil penelitianmu ke dalam bentuk artikel ilmiah.
Biasanya, struktur artikel ilmiah terdiri dari:

1.      Judul – singkat, jelas, mencerminkan isi penelitian.

2.      Abstrak – ringkasan singkat (latar belakang, tujuan, metode, hasil, dan kesimpulan).

3.      Pendahuluan – berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan, dan manfaat penelitian.

4.      Tinjauan Pustaka – teori dan penelitian terdahulu yang mendukung.

5.      Metode Penelitian – menjelaskan cara penelitian dilakukan.

6.      Hasil dan Pembahasan – data dan analisisnya.

7.      Kesimpulan dan Saran – apa yang ditemukan dan rekomendasi selanjutnya.

8.      Daftar Pustaka – sumber yang digunakan, biasanya pakai gaya APA atau IEEE.

📝 Tips penulisan nonribet:

·         Tulis dulu, rapikan nanti. Jangan berhenti di tengah karena mikir “bagus nggak ya kalimat ini?”

·         Gunakan bahasa yang lugas dan ilmiah, tapi tidak berbelit.

·         Hindari kalimat pasif berlebihan.

·         Perhatikan konsistensi istilah dan ejaan.

📌 Contoh kecil:

Sebelum

Sesudah

“Telah dilakukan penelitian mengenai efektivitas pembelajaran berbasis proyek.”

“Penelitian ini meneliti efektivitas pembelajaran berbasis proyek.”

Versi kedua lebih ringkas dan enak dibaca.

 

6. Menyunting dan Merevisi: Saatnya Jadi Editor untuk Diri Sendiri

Artikel yang bagus itu nggak lahir dari satu kali tulis. Biasanya, butuh revisi berlapis. Bahkan penulis profesional pun bisa bolak-balik perbaiki naskahnya.

Langkah yang bisa kamu lakukan:

·         Baca ulang dengan jarak waktu (biar pikiran segar).

·         Cek alur logika antarbagian.

·         Pastikan setiap klaim punya dasar teori atau data.

·         Minta teman sejawat membaca dan memberi masukan.

🧩 Analogi ringan:
Menulis tanpa revisi itu kayak selfie tanpa filter — kadang hasilnya jujur tapi belum siap tampil di publik 😅. Jadi, jangan malu untuk mengedit.

 

7. Memilih Jurnal: Tempat Mendaratnya Karya Ilmiahmu

Kalau naskah sudah matang, langkah selanjutnya adalah memilih jurnal yang tepat.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan:

·         Kesesuaian tema: Pastikan topikmu sesuai dengan fokus jurnal.

·         Indeksasi: Apakah jurnal tersebut terindeks Sinta, DOAJ, Scopus, dll.

·         Kualitas dan reputasi: Cek apakah jurnalnya kredibel (hindari jurnal predator!).

·         Gaya selingkung: Setiap jurnal punya format penulisan dan template sendiri.

🎯 Tips penting:
Cari jurnal yang tingkat kesulitannya sesuai dengan levelmu. Kalau baru mulai, bisa kirim ke jurnal nasional terakreditasi (Sinta 4–6) dulu. Setelah pengalaman bertambah, baru naik ke jurnal internasional.

🗂Contoh ilustrasi:

Kamu seperti musisi yang baru rilis lagu. Jangan langsung berharap masuk Grammy, tapi mulailah tampil di panggung kecil. Setiap publikasi adalah langkah menuju panggung besar.

 

8. Menghadapi Reviewer: Jangan Baper, Jadilah Pembelajar

Setelah mengirim ke jurnal, kamu akan menerima komentar dari reviewer. Kadang komentar mereka panjang dan bikin ciut, tapi jangan patah semangat.
Reviewer bukan musuh — mereka membantu memperbaiki kualitas karyamu.

Jenis komentar biasanya meliputi:

·         Revisi minor (ejaan, format, atau referensi)

·         Revisi mayor (metode, analisis, atau alur penulisan)

·         Penolakan (jangan khawatir, ini hal biasa)

💡 Cara bijak menanggapinya:

·         Baca semua komentar dengan tenang.

·         Perbaiki sesuai saran, dan jelaskan perubahan yang kamu lakukan.

·         Jangan tersinggung, karena kritik itu bagian dari proses akademik.

 

9. Publikasi dan Setelahnya: Saatnya Berbagi Ilmu

Ketika artikelmu akhirnya diterima dan terbit, selamat! Kamu baru saja berkontribusi dalam dunia pengetahuan.
Publikasi bukan akhir, tapi awal dari perjalanan baru.

Apa yang bisa kamu lakukan setelahnya?

·         Bagikan tautan artikelmu di media sosial akademik seperti ResearchGate.

·         Gunakan hasil penelitian sebagai bahan ajar, seminar, atau workshop.

·         Lanjutkan penelitian ke tahap berikutnya.

🌟 Analogi penutup:
Menulis artikel ilmiah itu seperti menanam pohon. Di awal butuh waktu dan kesabaran, tapi kalau dirawat, hasilnya bisa memberi manfaat jangka panjang — bukan cuma buat kamu, tapi juga untuk dunia pendidikan dan masyarakat luas.

 

Penutup: Menulis Itu Proses, Bukan Perlombaan

Banyak orang menyerah di tengah jalan karena merasa tulisannya belum sempurna. Padahal, tulisan yang “selesai” lebih berharga daripada ide yang terus disimpan di kepala.

Mulailah dari yang kecil. Satu paragraf sehari pun nggak apa-apa.
Yang penting, konsisten dan terbuka pada proses belajar.

Jadi, kalau kamu punya ide yang menggantung di kepala, jangan tunda lagi.
Buka laptopmu, buat kerangka, dan mulai menulis. Karena siapa tahu — artikel ilmiah berikutnya yang dibaca banyak orang, adalah karya kamu.

 

Kesimpulan Singkat

·         Temukan ide yang relevan dan bisa diteliti.

·         Baca banyak referensi untuk menemukan research gap.

·         Rancang metode penelitian dengan jelas.

·         Kumpulkan dan analisis data secara sistematis.

·         Tulis dengan struktur ilmiah yang rapi.

·         Revisi tanpa lelah.

·         Pilih jurnal yang sesuai dan siap menghadapi reviewer.

·         Rayakan hasilnya dengan berbagi ilmu.