 |
Karir Dosen |
Halo, sobat Ruang Dosen!
Pernah nggak sih kamu ngerasa karier dosen itu kayak jalan panjang penuh tikungan tajam? Ada yang jalannya mulus sampai guru besar, ada juga yang mandek di jabatan fungsional karena urusan administrasi. Ada yang merasa berkembang, tapi tak sedikit pula yang merasa kariernya gitu-gitu aja meskipun sudah bertahun-tahun mengabdi.
Nah, kabar baiknya, pemerintah lewat Permendikbudristek Nomor 44 Tahun 2024 tentang Profesi, Karier, dan Penghasilan Dosen, mencoba menjawab kegelisahan itu. Terutama dalam Bab III yang secara khusus membahas soal Karier Dosen.
Kita bahas yuk, mulai dari Bagian Kesatu: Umum, yang terdiri dari Pasal 24 dan Pasal 25. Biar nggak cuma jadi informasi lewat, tapi bisa kita renungkan dan (semoga) bisa kita perjuangkan bareng-bareng juga.
Karier Dosen Itu Harus Dipelihara, Bukan Dibiarkan Tumbuh Sendiri
Di Pasal 24, disebutkan bahwa Perguruan Tinggi wajib melaksanakan pembinaan dan pengembangan karier dosen. Ini loh poin-poin pentingnya:
a. Pengelolaan Kinerja Dosen
Nah, ini artinya kampus perlu punya sistem buat memantau dan menilai kerja kita sebagai dosen. Bukan cuma nilai angka kredit atau laporan BKD, tapi juga bagaimana kualitas kita dalam menjalankan Tridharma.
Apakah pengajaran kita berdampak? Apakah penelitian kita relevan? Apakah pengabdian kita menyentuh masyarakat? Pengelolaan kinerja ini bukan cuma buat kontrol, tapi juga sebagai bahan refleksi dan perbaikan ke depan.
b. Rencana Pengembangan Karier Dosen
Dosen itu manusia juga. Punya harapan, cita-cita, dan target pribadi. Nah, kampus seharusnya bukan cuma tahu itu, tapi juga aktif membantu dosen mencapai targetnya. Misalnya:
-
Mau lanjut studi? Kampus harus fasilitasi.
-
Mau jadi guru besar? Kampus bantu mentoring dan bimbingan.
-
Mau jadi pakar bidang tertentu? Diberi ruang eksplorasi dan dukungan dana.
Jadi jangan sampai dosen dibiarkan "berjuang sendiri" mengejar kariernya, sementara institusi cuma jadi penonton.
c. Penugasan Dosen
Ini yang sering jadi sumber stres. Penugasan dosen kadang terasa “asal tunjuk”. Padahal idealnya, penugasan itu:
-
Sesuai dengan kompetensi dosen
-
Tidak terlalu memberatkan
-
Mendukung pengembangan kariernya
Kalau dosen bidang teknik sipil disuruh ngajar etika profesi atau Pancasila, ya pasti jadi beban. Kalau dosen mau riset tapi tiap hari disuruh jadi panitia ini-itu, ya karier akademiknya mandek. Jadi penugasan itu harus dikelola dengan bijak dan adil.
d. Promosi dan Demosi Dosen
Nah, ini dua kata yang punya aura beda banget. “Promosi” bikin senyum, “demosi” bikin cemas.
Tapi dua-duanya perlu.
-
Promosi adalah bentuk penghargaan. Ketika dosen memenuhi syarat, sudah waktunya naik jabatan fungsional atau struktural, ya harus segera diproses. Jangan dipersulit atau digantung tanpa kejelasan.
-
Demosi juga penting kalau memang ada pelanggaran atau kinerja buruk yang tidak kunjung diperbaiki. Tapi harus melalui proses yang transparan, objektif, dan bisa dipertanggungjawabkan.
Yang jelas, promosi dan demosi ini harus berbasis data kinerja, bukan karena like & dislike pimpinan atau politik kampus. Dosen bukan pion catur, bro. Kita ini profesi intelektual.
Sistem Informasi Karier: Jangan Lagi Manual dan Membingungkan
Nah, masuk ke Pasal 25, isinya sederhana tapi sangat strategis:
“Sistem informasi pembinaan dan pengembangan karier Dosen pada Perguruan Tinggi menggunakan sistem informasi yang dikelola oleh Kementerian atau sistem informasi Perguruan Tinggi yang terintegrasi dengan sistem informasi Kementerian.”
Sederhananya begini: semua urusan karier dosen harus terdigitalisasi dan terhubung langsung ke pusat, alias ke Kemdikbudristek.
Ini penting banget buat:
-
Menghindari duplikasi data
-
Mempercepat proses kenaikan jabatan
-
Mengurangi potensi manipulasi
-
Menyediakan data real-time tentang kinerja dan rekam jejak dosen
Jadi kita nggak perlu lagi:
-
Cetak-cetak dokumen ribuan lembar buat usulan kenaikan pangkat
-
Antri ke bagian kepegawaian cuma buat minta tanda tangan
-
Bingung status usulan karena nggak ada pelacakan online
Kalau sistem informasi ini dikelola serius dan transparan, bukan cuma dosen yang diuntungkan, tapi kampus dan negara juga dapat data akurat untuk perencanaan pendidikan tinggi nasional.
Realitas di Lapangan: Masih Banyak PR
Oke, semua yang tertulis di Permen ini terdengar indah. Tapi, mari jujur… di lapangan, pelaksanaannya masih jauh dari harapan. Beberapa contoh kasus nyata:
-
Dosen tidak pernah diberi rencana karier formal oleh kampusnya. Bahkan ada yang nggak tahu kapan bisa jadi Lektor Kepala, apalagi Guru Besar.
-
Penugasan asal tunjuk, tanpa mempertimbangkan keahlian. Yang penting ada orangnya, langsung kasih SK.
-
Proses promosi yang lama dan membingungkan. Ada dosen yang menunggu dua tahun untuk usulan lektor kepala yang sudah lengkap dan sah.
-
Sistem informasi yang tidak sinkron. Data di kampus dan data di PDDikti kadang beda. Dosen bingung harus percaya yang mana.
Hal-hal begini seharusnya jadi bahan evaluasi dan perbaikan, apalagi sekarang sudah ada dasar hukum jelas dari Permen ini.
Yuk, Bangun Budaya Karier yang Sehat!
Sebagai penutup, mari kita pikirkan bareng: apa sih sebenarnya yang kita harapkan dari karier sebagai dosen?
Apakah semata soal pangkat dan tunjangan? Tentu tidak. Tapi:
-
Punya ruang berkembang
-
Punya dukungan untuk terus belajar dan meneliti
-
Diakui dan diapresiasi atas kontribusi
-
Merasa dihargai sebagai bagian dari institusi
Itu semua tidak mungkin tercapai kalau karier dosen tidak dikelola dengan serius.
Dan kita semua — baik dosen, pimpinan, maupun pengelola kampus — punya peran di dalamnya.
Kalau kampus membangun sistem yang adil dan transparan, dosen akan semangat berkarya. Kalau dosen punya semangat dan dukungan, maka output-nya akan luar biasa: mahasiswa yang cerdas, penelitian yang berdampak, dan masyarakat yang tercerahkan.
Salam dari Ruang Dosen — tempat kita ngobrol santai tapi serius soal dunia akademik.
Kalau kamu punya pengalaman soal pengembangan karier dosen di kampusmu, yuk ceritakan di kolom komentar! Siapa tahu, kisahmu bisa menginspirasi perubahan di tempat lain.
Dan jangan lupa, karier itu bukan hanya milik kita, tapi juga warisan yang akan dinikmati
generasi dosen berikutnya.
Komentar
Posting Komentar