Entri yang Diunggulkan

Pengisian Data Keluarga Penerima TPD/TKGB untuk Perhitungan Pajak Penghasilan

Pengusulan Formasi Dosen ASN

Dalam konteks pengusulan formasi dan kebutuhan jabatan akademik bagi dosen, terdapat beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan, terutama dalam kaitannya dengan status kepegawaian dan regulasi yang berlaku.

1. Pengusulan Formasi Dosen ASN

Bagi dosen yang berstatus ASN, proses pengusulan formasi dilakukan sesuai dengan peraturan tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Hal ini berarti bahwa usulan formasi dosen ASN harus mengikuti mekanisme yang ditetapkan dalam peraturan tentang penerimaan ASN, baik dalam bentuk PNS maupun PPPK. Proses ini biasanya dilakukan secara berkala dan tidak dapat diajukan sewaktu-waktu, karena harus melalui perencanaan yang matang dan disesuaikan dengan kebutuhan perguruan tinggi serta anggaran pemerintah.

Pengusulan formasi ASN dilakukan melalui mekanisme perencanaan kebutuhan pegawai yang diatur oleh instansi pemerintah, termasuk Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Pengajuan ini harus memperhatikan kebijakan nasional terkait dengan jumlah ASN yang dapat direkrut dalam suatu periode tertentu.

2. Tidak Ada Formasi Dosen Selain ASN

Dalam Permendikbudristek Nomor 44 Tahun 2024 disebutkan bahwa tidak ada formasi bagi dosen selain ASN. Hal ini berarti bahwa perguruan tinggi yang ingin merekrut dosen di luar ASN harus menggunakan mekanisme lain, seperti pengangkatan langsung oleh perguruan tinggi, khususnya untuk PTN Berbadan Hukum (PTN-BH) yang memiliki kewenangan sendiri dalam mengelola pegawainya.

PTN-BH memiliki keleluasaan dalam mengangkat dan mengelola dosen serta tenaga kependidikannya, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Dengan demikian, PTN-BH dapat menentukan kebutuhan jabatan akademik secara mandiri tanpa harus mengikuti mekanisme formasi ASN, tetapi tetap harus memperhitungkan anggaran dan kebijakan internal perguruan tinggi.

3. Tunjangan Kehormatan bagi Profesor

Salah satu poin penting dalam Permendikbudristek 44/2024 adalah pengaturan tentang jumlah dosen dengan jabatan akademik profesor yang menerima tunjangan kehormatan dari Kementerian. Jumlah ini ditetapkan oleh Kementerian berdasarkan kinerja perguruan tinggi. Jika suatu perguruan tinggi memiliki jumlah profesor lebih banyak dari yang ditetapkan oleh Kementerian, maka tunjangan kehormatan untuk jumlah yang melebihi batas tersebut menjadi tanggung jawab perguruan tinggi yang bersangkutan​

.

Pengaturan ini bertujuan untuk memastikan bahwa tunjangan yang diberikan oleh pemerintah tetap sesuai dengan kemampuan anggaran negara, serta mendorong perguruan tinggi untuk meningkatkan kinerja akademiknya agar dapat mengusulkan lebih banyak profesor yang layak menerima tunjangan kehormatan.

4. Implikasi bagi Perguruan Tinggi

Dengan adanya regulasi ini, perguruan tinggi perlu merencanakan kebutuhan dosen dan jabatan akademiknya dengan lebih cermat. Beberapa implikasi yang perlu diperhatikan antara lain:

  • Bagi PTN-BH: Dapat mengangkat dosen secara mandiri, tetapi harus mempertimbangkan sumber pendanaan, terutama untuk pembayaran tunjangan bagi profesor yang tidak masuk dalam kuota yang ditetapkan oleh Kementerian.
  • Bagi PTN non-BH: Harus mengikuti kebijakan pengusulan formasi ASN dan tidak dapat mengangkat dosen di luar mekanisme yang ditetapkan pemerintah.
  • Bagi Dosen ASN: Harus mengikuti proses seleksi yang telah diatur dalam kebijakan kepegawaian ASN.

5. Harmonisasi Regulasi

Saat ini, pemerintah sedang dalam proses harmonisasi peraturan mengenai penyelenggaraan pendidikan tinggi untuk menyesuaikan antara UU ASN (UU 20/2023) dan UU Pendidikan Tinggi (UU 12/2012). Salah satu poin yang sedang dibahas adalah bagaimana status kepegawaian dosen dan tenaga kependidikan pada PTN-BH akan diatur ke depan.

Berdasarkan rancangan peraturan yang sedang disusun, diusulkan bahwa:

  1. Dosen ASN yang sudah bekerja pada PTN-BH tetap berstatus ASN hingga diberhentikan sesuai peraturan tentang ASN.
  2. Dosen dan tenaga kependidikan yang diangkat ke depan pada PTN-BH akan berstatus sebagai pegawai PTN-BH, bukan ASN.

Ketentuan ini bertujuan untuk memberikan fleksibilitas kepada PTN-BH dalam merekrut dan mengelola tenaga akademiknya sesuai dengan kebutuhan dan visi institusi masing-masing​

.

Kesimpulan

  • Pengusulan formasi dosen ASN tidak bisa dilakukan sewaktu-waktu, melainkan harus melalui mekanisme pengusulan formasi yang ditetapkan oleh pemerintah.
  • Tidak ada formasi bagi dosen selain ASN, sehingga perguruan tinggi yang ingin merekrut dosen di luar ASN harus menggunakan mekanisme pengangkatan sendiri, khususnya bagi PTN-BH.
  • Jumlah profesor yang menerima tunjangan kehormatan ditetapkan berdasarkan kinerja perguruan tinggi. Jika jumlahnya melebihi kuota yang ditetapkan, maka tanggung jawab tunjangan berada pada perguruan tinggi.
  • Pemerintah sedang menyelaraskan regulasi antara UU ASN dan UU Pendidikan Tinggi untuk menentukan status kepegawaian dosen PTN-BH ke depan.

Regulasi ini menunjukkan bahwa pemerintah ingin memperkuat otonomi perguruan tinggi dalam mengelola sumber daya akademiknya, sekaligus memastikan bahwa kebijakan terkait pengangkatan dosen tetap sesuai dengan prinsip tata kelola ASN yang baik.

Komentar