Tips Publikasi di Jurnal Terindeks Scopus: Panduan Santai tapi Serius untuk Dosen dan Peneliti
Bagi banyak dosen dan peneliti, memublikasikan artikel di jurnal
terindeks Scopus itu seperti naik gunung: butuh persiapan, tenaga, dan tekad.
Tapi percayalah, hal itu bukan hal mustahil. Bahkan kalau dilakukan dengan
strategi yang tepat, kita bisa sampai ke “puncak Scopus” tanpa harus tersesat
di tengah jalan. Artikel ini ditulis secara santai tapi tetap serius, biar bisa
jadi teman ngopi sambil mikir: “Gimana sih caranya bisa tembus jurnal Scopus?”
Yuk kita bahas pelan-pelan, tapi pasti.
1. Kenapa Harus Scopus? Emang Penting?
Pertanyaan yang wajar. Buat apa repot-repot mikir publikasi di Scopus,
padahal nulis artikel di jurnal lokal aja udah ngos-ngosan?
Jawabannya tergantung pada tujuanmu. Tapi umumnya, publikasi di jurnal
Scopus penting karena:
·
Jadi syarat untuk kenaikan jabatan
akademik dosen, terutama untuk Lektor Kepala dan Guru Besar.
·
Dianggap sebagai pengakuan internasional
atas kualitas riset kita.
·
Menambah nilai dalam proposal
hibah penelitian.
·
Meningkatkan visibilitas ilmiah
— tulisanmu bisa dibaca peneliti dari seluruh dunia.
Jadi, kalau kamu ingin serius di dunia akademik, publikasi Scopus itu kayak
“tiket emas” buat naik level.
2. Mulai dari Mana? Bukan dari Tengah, Tapi
dari Niat dan Naskah
Hal pertama yang harus kamu punya bukan jurnal Scopus-nya dulu, tapi naskah
yang layak publikasi. Banyak orang bingung nyari jurnal sebelum punya
artikel yang siap. Padahal mestinya kita fokus dulu pada:
·
Topik yang menarik dan relevan
·
Data yang valid dan terstruktur
·
Metode yang jelas
·
Analisis yang kuat
·
Bahasa yang rapi
Kalau artikelmu masih berantakan, jangan buru-buru kirim. Kamu cuma buang
waktu dan bikin reviewer pusing.
3. Pilih Jurnal yang Tepat, Jangan Asal Kirim
Ini kesalahan paling umum: asal kirim ke jurnal Scopus tanpa membaca fokus
dan scope-nya. Akibatnya? Langsung desk reject, alias ditolak
tanpa dibaca lebih jauh.
Tips memilih jurnal:
·
Kunjungi website jurnalnya langsung,
jangan cuma lihat dari list di Google.
·
Baca bagian Aims and Scope,
pastikan cocok dengan tema artikelmu.
·
Periksa template dan format artikel
yang diminta.
·
Lihat acceptance rate dan waktu
review (kalau tersedia).
·
Cek publisher-nya (hindari jurnal predator!).
Gunakan tools seperti:
·
ScimagoJR
(https://www.scimagojr.com)
·
DOAJ
(https://doaj.org)
Atau langsung buka https://www.scopus.com
dan cari berdasarkan bidang.
4. Kenali Struktur Artikel Jurnal Internasional
Jurnal Scopus biasanya punya struktur yang hampir sama:
1. Title:
ringkas, jelas, dan mengandung kata kunci
2. Abstract:
sekitar 150–250 kata, mencakup tujuan, metode, hasil, dan kesimpulan
3. Keywords:
4–6 kata kunci yang mewakili isi
4. Introduction:
menjelaskan latar belakang, gap penelitian, dan tujuan
5. Methodology:
rinci, sistematis, bisa direplikasi
6. Results
and Discussion: tampilkan data dengan grafik/tabel, lalu dibahas
7. Conclusion:
ringkasan temuan penting dan implikasi
8. References:
gunakan gaya sitasi yang diminta, misalnya APA, IEEE, atau Harvard
Jangan lupa, setiap bagian harus menyatu secara logis. Jangan ada bagian
yang “terlihat nyelip” atau terlalu mengulang.
5. Gunakan Bahasa Inggris yang Baik (dan Benar)
Yup, mayoritas jurnal Scopus menggunakan bahasa Inggris. Dan ini tantangan
tersendiri bagi penulis non-native speaker.
Tapi tenang, kamu tidak harus menulis seperti Shakespeare. Yang penting:
·
Bahasa jelas dan langsung ke pokok persoalan.
·
Hindari kalimat panjang dan rumit.
·
Periksa grammar dan ejaan. Gunakan bantuan
seperti Grammarly atau Quillbot.
·
Kalau ragu, sewa jasa proofreading atau minta
bantuan teman yang mahir bahasa Inggris.
Kelemahan bahasa bisa jadi alasan artikel ditolak, meskipun isinya bagus.
6. Jangan Pelit Kutipan dan Referensi
Reviewer akan menilai apakah kamu benar-benar menguasai bidangmu atau tidak.
Salah satu cara mengetahuinya adalah dari referensi yang kamu gunakan.
Tips:
·
Gunakan minimal 20–30 referensi ilmiah,
tergantung kebijakan jurnal.
·
Prioritaskan artikel dari jurnal Scopus atau
jurnal bereputasi lainnya.
·
Jangan lupa sitasi diri sendiri secara
proporsional, kalau memang relevan.
Tools seperti Mendeley, Zotero, atau EndNote
sangat membantu dalam mengatur referensi dan format kutipan.
7. Luangkan Waktu untuk Revisi dan Masukan
Artikel yang bagus tidak lahir dalam sekali tulis. Biasanya perlu beberapa
kali direvisi. Minta masukan dari rekan sejawat, dosen pembimbing, atau
komunitas penulis ilmiah.
Kadang, masukan pedas justru menyelamatkan artikelmu dari penolakan.
8. Submit dan Siap Mental untuk Review
Setelah yakin, kirim artikel melalui submission system jurnal yang dituju.
Biasanya prosesnya melalui platform seperti:
·
Elsevier (Editorial Manager)
·
Springer (Manuscript Central)
·
Taylor & Francis (ScholarOne)
·
MDPI (internal platform)
Siapkan juga:
·
Surat pengantar (cover letter)
·
Metadata artikel (judul, abstrak, keyword)
·
File utama artikel (tanpa nama penulis kalau
double-blind review)
Setelah submit, kamu harus siap:
·
Menunggu (bisa 1–6 bulan, tergantung jurnal)
·
Menerima hasil review: diterima, revisi
minor/major, atau ditolak
Kalau diminta revisi, itu berarti kamu masih punya peluang besar
diterima. Jangan baper, perbaiki sesuai masukan reviewer.
9. Hati-hati dengan Jurnal Predator
Banyak jurnal mengaku terindeks Scopus padahal tidak. Bahkan mereka kirim
email tawaran publikasi cepat, asal bayar.
Cara mengenali jurnal predator:
·
Tidak ada proses review yang jelas
·
Minta biaya tinggi di awal tanpa proses peer
review
·
Indeksasi palsu
·
Domain web-nya mencurigakan
·
Tidak terdaftar di Scopus meski mengklaim
demikian
Selalu verifikasi ISSN jurnal di Scopus langsung atau tanya
ke kolega yang lebih senior.
10. Jangan Menyerah Kalau Ditolak
Terakhir, jangan baper kalau ditolak. Itu biasa. Bahkan peneliti senior pun
mengalami hal serupa.
Kalau ditolak:
·
Baca komentar reviewer dengan objektif
·
Revisi artikel dan cari jurnal lain yang lebih
sesuai
·
Jangan kirim ulang ke jurnal yang sama tanpa
perubahan signifikan
Intinya: gagal itu biasa, asal jangan berhenti mencoba.
Bonus Tips: Komunitas dan Kolaborasi
Kalau kamu merasa sendirian, bergabunglah dengan komunitas dosen atau
penulis artikel ilmiah. Banyak grup Facebook, WhatsApp, dan forum online yang
saling berbagi jurnal, pengalaman, bahkan kolaborasi.
Kolaborasi dengan dosen dari kampus lain atau luar negeri juga bisa menambah
peluang publikasi, karena:
·
Ada dukungan data dan metode yang lebih kuat
·
Menambah nilai keunikan penelitian
·
Reputasi tim lebih tinggi
Penutup: Pelan-Pelan Tapi Konsisten
Publikasi di jurnal Scopus itu bukan perkara instan. Butuh proses, latihan,
dan ketekunan. Jangan minder duluan, jangan takut salah. Artikel yang baik akan
menemukan jalannya, asal kamu tekun memperbaikinya.
Ingat:
"Menulis itu bukan soal siapa yang paling pintar, tapi siapa yang
paling konsisten."
Semoga artikel ini membantu kamu yang sedang (atau
akan) berjuang menuju jurnal Scopus. Santai aja, tapi tetap serius.
Komentar
Posting Komentar