Membimbing Mahasiswa dalam Skripsi secara Humanis: Menjadi Dosen yang Didengar, Bukan Ditakuti
Pernah gak sih, dengar curhatan mahasiswa yang
stres karena dosennya susah ditemui, ngomongnya galak, atau bimbingannya bikin
lebih bingung daripada tercerahkan? Atau jangan-jangan kita sendiri sebagai
dosen pernah "terlalu akademis" dan lupa sisi manusianya mahasiswa?
Yup, membimbing skripsi itu bukan cuma soal
konten dan metodologi. Itu jelas penting. Tapi pendekatan humanis dalam bimbingan adalah sesuatu yang kerap terlupakan.
Padahal, skripsi bukan hanya ujian akademik—tapi juga ujian mental dan
emosional bagi mahasiswa. Artikel ini akan mengajak kita ngobrol santai tapi
serius tentang bagaimana membimbing skripsi secara humanis, tanpa kehilangan kualitas akademik.
Apa Sih Maksudnya Pendekatan Humanis?
Sederhananya, pendekatan humanis adalah ketika
dosen memperlakukan mahasiswa sebagai manusia seutuhnya—bukan sekadar penulis
skripsi. Mereka punya emosi, ketakutan, keterbatasan, bahkan latar belakang
sosial yang mungkin memengaruhi semangat menulis.
Teori ini punya akar kuat dalam psikologi
humanistik. Menurut Carl Rogers, hubungan yang baik antara fasilitator (dalam
hal ini dosen) dan peserta (mahasiswa) sangat menentukan efektivitas proses
belajar (Rogers, 1961). Dalam konteks skripsi, bimbingan yang hangat, empatik,
dan membangun akan jauh lebih berdampak dibanding pendekatan yang keras dan
penuh tekanan.
Kenapa Bimbingan Skripsi Bisa Jadi Momok?
Buat sebagian mahasiswa, skripsi adalah momen
paling menakutkan sepanjang kuliah. Ini beberapa alasannya:
1.
Takut Salah
Banyak mahasiswa takut salah nulis, salah teori, atau salah metodologi.
Sayangnya, kalau dosennya cepat marah atau kurang sabar, rasa takut itu makin
jadi-jadi.
2.
Kurang Percaya
Diri
Apalagi kalau mahasiswa merasa kemampuan akademiknya biasa-biasa saja. Mereka
jadi ragu menulis, ragu bertanya, ragu mengirim revisi.
3.
Tekanan Sosial
dan Keluarga
Mahasiswa semester akhir sering juga dihantui tuntutan dari orang tua dan
lingkungan: “Kapan wisuda?”, “Kamu udah skripsi, kan?”
4.
Bimbingan Tidak
Teratur
Kadang dosen terlalu sibuk. Mahasiswa nunggu-nunggu tapi gak ada kabar.
Akhirnya semangat pun menurun.
Prinsip Dasar Bimbingan Humanis
1. Empati
Berusaha memahami situasi mahasiswa. Misalnya,
kalau mahasiswa datang lambat menyetor bab, coba tanya dulu, “Kamu kenapa agak
telat kali ini?” daripada langsung marah. Empati tidak berarti membiarkan
mahasiswa santai tanpa tanggung jawab, tapi memahami alasan sebelum memberi
solusi.
“Empathy is seeing with the eyes of another,
listening with the ears of another, and feeling with the heart of another”
(Rogers, 1961).
2. Dialog,
Bukan Monolog
Kadang dosen terlalu dominan, sementara
mahasiswa cuma mengangguk-angguk. Dalam pendekatan humanis, bimbingan adalah dialog. Tanyakan pendapat mahasiswa, beri
kesempatan mereka menjelaskan alasannya, lalu bantu arahkan.
3. Fokus
pada Penguatan
Alih-alih cuma mencari kesalahan, coba mulai
dengan mengapresiasi bagian yang sudah bagus. Kalimat sederhana seperti,
“Bagian pendahuluannya sudah cukup kuat,” bisa membangun kepercayaan diri
mahasiswa.
4. Konsistensi
dan Keterbukaan
Mahasiswa akan merasa aman kalau tahu bahwa
dosennya terbuka dan konsisten dalam jadwal. Tidak harus selalu 100% tersedia,
tapi setidaknya ada komunikasi yang jelas.
Strategi Praktis Bimbingan yang Humanis
✅ Buat
Jadwal Fleksibel tapi Jelas
Bimbingan tidak selalu harus tatap muka.
Gunakan WhatsApp, Google Meet, atau bahkan Google Docs dengan komentar. Penting
agar mahasiswa tahu kapan dan bagaimana mereka bisa konsultasi.
✅ Gunakan
Bahasa yang Ramah
Ganti “Ini salah total!” dengan “Bagian ini
perlu ditinjau ulang, bisa jadi karena teorinya belum pas.” Kata-kata membangun
sangat memengaruhi motivasi.
✅ Kenali
Karakter Mahasiswa
Ada yang rajin dan cepat. Ada yang pemalu dan
butuh dorongan. Ada juga yang pelupa dan perlu ditelepon dulu baru bergerak.
Semakin kita kenal, semakin efektif pendekatan kita.
✅ Berikan
Target Bertahap
Misalnya: “Minggu ini fokus di latar belakang
dulu ya. Nanti minggu depan kita bahas rumusan masalah.” Target kecil terasa
lebih ringan.
✅ Berikan
Contoh Nyata
Kalau mahasiswa bingung cara menulis teori,
beri contoh. Bukan berarti mereka disuruh meniru, tapi agar mereka punya acuan.
Mengelola Ekspektasi dan Tekanan
Dosen pun manusia. Kadang kita punya harapan
besar pada mahasiswa: cepat selesai, bagus tulisannya, teorinya rapi,
metodologinya kuat. Tapi jangan lupa bahwa mereka sedang belajar. Tugas kita
bukan hanya menilai, tapi membentuk.
Kalau kita terlalu tinggi menuntut tanpa
membimbing secara bertahap, mahasiswa bisa merasa kecil dan tidak mampu.
Sebaliknya, dengan pendekatan humanis, kita bisa membantu mereka melihat
potensi mereka sendiri.
Kisah Nyata: Dosen Ramah, Mahasiswa Semangat
Sebut saja Bu Indah, dosen pembimbing di salah
satu universitas swasta di Indonesia. Mahasiswanya dikenal rajin dan cepat
selesai. Apa rahasianya? “Saya tidak pernah marah di bimbingan. Saya justru
kasih teh hangat kalau mereka datang sore hari,” kata Bu Indah. Bukan cuma itu,
Bu Indah juga menyediakan folder online tempat mahasiswa bisa cek contoh
skripsi, template, dan jadwal.
Hasilnya? Mahasiswa merasa nyaman. Mereka
tidak ragu konsultasi, dan ketika diminta revisi, mereka tanggap. Bimbingan
jadi lebih efektif karena dibangun atas dasar rasa percaya.
Kritik dan Koreksi Tetap Perlu
Humanis bukan berarti permisif. Kita tetap
harus menegaskan standar akademik. Kalau ada kesalahan metodologi, kita harus
tegas. Tapi pendekatannya bisa beda.
Misalnya:
·
❌ “Ini metode kamu kacau banget.”
·
✅ “Metode ini belum tepat. Coba kita lihat lagi
contoh yang cocok dengan tujuan penelitian kamu.”
Atau:
·
❌ “Kamu kayaknya gak baca literatur.”
·
✅ “Kalau kamu tambah beberapa sumber primer,
tulisannya akan lebih kuat lho.”
Penutup: Menjadi Pembimbing yang Membantu,
Bukan Membebani
Membimbing skripsi secara humanis bukan cuma
bermanfaat bagi mahasiswa, tapi juga bagi kita sebagai dosen. Kita jadi lebih
dihargai, lebih didengar, dan lebih berdampak. Kita bukan hanya “pemeriksa
naskah”, tapi pendamping intelektual
mahasiswa dalam masa krusial perjalanan akademik mereka.
Dan siapa tahu, dengan bimbingan yang baik,
mereka akan jadi generasi dosen yang juga membimbing dengan pendekatan yang
lebih manusiawi. Jadi, yuk kita bangun ekosistem akademik yang tidak hanya
cerdas, tapi juga ramah dan suportif.
Referensi
Rogers, C. R. (1961). On becoming a person: A therapist's view of psychotherapy.
Houghton Mifflin.
Svinicki, M. D., & McKeachie, W. J.
(2014). McKeachie's teaching tips:
Strategies, research, and theory for college and university teachers (14th
ed.). Cengage Learning.
Knowles, M. S., Holton, E. F., & Swanson,
R. A. (2015). The adult learner: The
definitive classic in adult education and human resource development (8th
ed.). Routledge.
Komentar
Posting Komentar