Hari-hari ini, semua terasa serba digital. Mulai dari pesan makanan, belanja kebutuhan sehari-hari, sampai urusan perbankan—semua tinggal klik. Tak terkecuali dunia pendidikan. Sejak pandemi COVID-19 menerjang dan memaksa pembelajaran pindah ke layar, kata “digitalisasi” jadi semacam mantra wajib di setiap rapat akademik.
Tapi, setelah masa darurat berlalu, pertanyaannya berubah: Apakah
digitalisasi pendidikan hanya tren sementara? Jawabannya: tidak.
Digitalisasi bukan sekadar solusi saat darurat, tapi sudah menjadi arah masa
depan pendidikan. Nah, pertanyaan penting berikutnya: apa
peran dosen dalam proses besar ini?
Yuk, kita bahas santai tapi serius.
Digitalisasi
Pendidikan: Bukan Lagi Wacana
Dulu, ketika kata "digitalisasi" muncul di seminar atau workshop
kampus, banyak dari kita yang hanya manggut-manggut sambil berkata dalam hati, “Wah,
ini sih buat generasi nanti, bukan urusan saya.” Tapi siapa sangka,
dunia memaksa kita loncat jauh lebih cepat dari rencana.
Kini, digitalisasi pendidikan bukan lagi soal memasang LCD di kelas atau
punya akun e-learning. Lebih dari itu, digitalisasi menyentuh hampir semua
aspek kegiatan akademik:
·
Proses
belajar-mengajar (daring, hybrid, asynchronous)
·
Evaluasi
pembelajaran (melalui LMS, e-rubrik, portofolio digital)
·
Administrasi
akademik (KRS online, presensi digital, e-journal)
·
Pengembangan
profesional (pelatihan daring, seminar internasional virtual,
micro-credential)
Dan percaya atau tidak, semuanya akan terus berkembang. Jadi, siapa
bilang dosen bisa santai saja di tengah tsunami digital ini?
Dosen: Tetap Aktor Utama, Bukan Sekadar Penonton
Di tengah perubahan teknologi yang masif, peran dosen justru makin krusial.
Bukan sebagai "pengganti Google", tapi sebagai navigator.
Di era banjir informasi, mahasiswa butuh figur yang bisa membimbing mereka
memilah mana yang valid, mana yang hoaks, mana yang relevan untuk studi.
Kalau dulu peran utama dosen adalah sebagai "penyampai materi",
kini bergeser menjadi:
✅ Kurator konten: memilih
dan menyusun materi yang tepat dari beragam sumber digital.
✅ Fasilitator pembelajaran:
menciptakan ruang diskusi yang interaktif, baik online maupun offline.
✅ Pembimbing proyek berbasis digital:
dari pembuatan konten, riset daring, hingga kolaborasi virtual.
✅ Model pembelajar seumur hidup:
dosen juga harus belajar terus agar bisa tetap relevan.
Intinya, dosen bukan hanya ikut arus digital, tapi ikut mengarahkan
arusnya.
Digitalisasi: Peluang atau Tantangan bagi Dosen?
Jawabannya bisa dua-duanya. Tinggal dari sisi mana kita melihatnya.
✋ Tantangan yang Sering Bikin Mengelus Dada
1. Gap Teknologi
Tidak semua dosen lahir di era digital. Banyak dari kita masih lebih nyaman
menulis di papan tulis daripada mengoperasikan LMS yang tampaknya lebih rumit
dari tesis S2. Hal ini jadi kendala utama, apalagi jika pelatihan tidak merata.
2. Butuh Waktu Ekstra
Mengonversi materi ke format digital itu bukan sekadar pindah slide ke PDF.
Perlu desain ulang, perlu mikir interaksi, kadang juga harus edit video. Dan
ya, semua ini memakan waktu yang tidak sedikit—sementara beban tridharma tetap
jalan.
3. Koneksi dan Infrastruktur
Bagi dosen di daerah, akses internet cepat dan stabil kadang masih jadi
kemewahan. Mengajar daring bisa jadi mimpi buruk kalau suara putus-putus,
kamera nge-freeze, atau platform error di tengah ujian.
4. Khawatir Tergantikan Teknologi
Beberapa dosen mulai khawatir, “Kalau semua bisa dicari di YouTube atau
diajarkan AI, buat apa ada dosen?” Ini kekhawatiran wajar, tapi
perlu disikapi bijak. Teknologi bisa bantu, tapi tidak bisa menggantikan
sentuhan manusia—apalagi dalam proses pembentukan karakter dan berpikir kritis.
💡 Tapi Tunggu Dulu… Banyak Peluang di Depan
Mata!
1. Fleksibilitas dan Efisiensi
Dengan platform digital, dosen bisa mengajar dari mana saja. Tidak harus
terjebak di kelas. Rekaman materi bisa ditonton kapan pun oleh mahasiswa. Kita
juga bisa mengelola waktu lebih baik untuk riset, pengabdian, dan pengembangan
diri.
2. Menjangkau Lebih Banyak Mahasiswa
Dosen kini bisa punya “audiens” lebih luas. Kuliah bisa dibuka untuk lintas
prodi, bahkan lintas kampus melalui kolaborasi daring. Beberapa dosen bahkan
punya pengikut setia di YouTube karena konten kuliahnya menarik!
3. Media Baru untuk Inovasi Pembelajaran
Pakai podcast, bikin infografis, coba quiz interaktif, atau projek berbasis
vlog—semua ini membuat kelas lebih hidup dan relevan dengan generasi digital.
Mahasiswa jadi lebih engaged dan dosen pun ikut belajar hal baru.
4. Pintu Kolaborasi Global
Dosen bisa ikut pelatihan dari universitas dunia, bergabung dalam proyek riset
internasional, atau menjadi pembicara di webinar luar negeri—semua cukup dari
ruang kerja pribadi, asal sinyal kuat. Dunia akademik kini tanpa batas.
Tips Dosen Adaptif di Era Digital
Berikut beberapa langkah ringan tapi berdampak bagi kita para dosen yang
ingin tetap relevan di era digital:
🧠 Belajar hal baru secara bertahap
Tak harus langsung jago semua tools digital. Mulai dari satu: misalnya Canva
untuk presentasi, lalu lanjut ke Google Classroom, lalu ke tools evaluasi
daring seperti Kahoot atau Quizizz.
🤝 Berbagi praktik baik antar sesama dosen
Diskusi kecil antar dosen soal pengalaman mengajar daring bisa jadi inspirasi
besar. Kolaborasi lebih sehat daripada saling membandingkan.
📚 Ikuti pelatihan,
webinar, atau kursus daring
Banyak pelatihan gratis dari Kemendikbud, kampus, bahkan luar negeri. Jangan
ragu ikut. Ini investasi kompetensi.
🧭 Fokus pada tujuan pendidikan, bukan
teknologinya
Teknologi itu alat. Yang penting tetap apa dan mengapa
kita mengajar. Jangan sampai terjebak jadi “terlalu canggih tapi
membingungkan”.
Digitalisasi Butuh Sentuhan Kemanusiaan
Satu hal yang harus kita jaga di tengah digitalisasi adalah sentuhan
manusiawi. Jangan sampai semua jadi serba otomatis, tapi hilang komunikasi.
Dosen tetap dibutuhkan untuk membimbing, mendengar, memotivasi, dan memahami
kondisi mahasiswa secara utuh.
Digitalisasi bukan berarti kita harus berubah jadi robot. Justru, ini
saatnya kita memperkuat empati, kreativitas, dan fleksibilitas sebagai
pendidik.
Penutup:
Dosen, Yuk Melek Digital Tanpa Kehilangan Jati Diri
Digitalisasi pendidikan bukan ancaman, tapi peluang untuk tumbuh bersama
zaman. Kita tidak harus menjadi ahli IT, tapi cukup menjadi dosen
yang terbuka pada perubahan dan mau terus belajar.
Sebagaimana mahasiswa kita belajar banyak hal dari dunia digital, kita pun
bisa menjemput masa depan pendidikan dengan semangat yang sama. Dosen bukan
hanya mengajar, tapi menghidupkan pembelajaran—baik
lewat papan tulis maupun lewat layar laptop.
Jadi, pertanyaannya bukan “Apakah dosen harus ikut digitalisasi?” Tapi,
“Bagaimana kita bisa memberi makna lebih dalam dunia digital ini?”
Salam hangat dari Ruang Dosen—tempat kita berbagi cerita,
tantangan, dan inspirasi sebagai pendidik.
Sudah sejauh apa perjalanan digital Anda? Yuk, kita terus
belajar bersama.
Komentar
Posting Komentar